Lihat ke Halaman Asli

Narul Hasyim Muzadi

TERVERIFIKASI

Language education

Crab Mentality, Pola Pikir yang Menjebak dalam Stagnasi

Diperbarui: 12 Januari 2025   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Crab Mentality (Sumber ilustrasi: Freepik/huseyinariburnu)

Crab mentality, ide tulisan ini muncul bersamaan dengan topik yang ditulis enam hari lalu tentang NPD (Narcissistic Personality Disorder) dan personal branding, setelah obrolan panjang bersama teman di tongkrongan kafe.

Pembahasan awal sederhana, kita kerap kali menemukan teman atau kerabat yang hampir tiap kali memposting setiap proses yang dia ikuti. Bukan berarti tidak boleh, tapi jika itu masih on process, alangkah lebih baiknya jangan dipublikasi terlebih dahulu. Kenapa?

Karena, jelas banyak orang pasti ada saja yang tidak suka dengan kita, kemudian mengumpat, bahkan mendoakan hal buruk agar keberhasilan tidak berpihak pada kita. Nah, inilah yang disebut dengan crab mentality

Ilustrasi crab mentality | Image by Jurnalphona.com

Istilah crab mentality sendiri berasal dari perilaku kepiting ketika berada di dalam ember. Jika ada satu kepiting yang mencoba memanjat keluar, kepiting lainnya akan menariknya kembali. Hasilnya, tidak ada yang berhasil keluar dari ember tersebut.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai bentuk nyata dari perilaku ini, terutama di era digital yang didominasi oleh media sosial. Mulai dari komentar negatif hingga upaya sabotase terselubung, semua mencerminkan bagaimana crab mentality dapat menghambat kemajuan individu dan kelompok.

Ilustrasi kepiting dalam wadah | Image by Shutterstock

Secara psikologis, crab mentality berakar pada rasa iri dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Dalam bukunya Crab Antics: The Social Anthropology of English-Speaking Negro Societies of the Caribbean, Wilson (1973) menjelaskan bahwa perilaku ini sering terjadi dalam masyarakat dengan tingkat kesenjangan yang tinggi.

Orang-orang yang merasa kurang berhasil cenderung mengembangkan pola pikir negatif terhadap mereka yang dianggap lebih sukses. Alih-alih melihat keberhasilan orang lain sebagai inspirasi, mereka memandangnya sebagai ancaman yang harus dihambat.

Fenomena ini menjadi semakin relevan dalam konteks modern, di mana media sosial membuka ruang yang luas untuk menampilkan pencapaian individu. Sayangnya, platform ini juga menjadi ladang subur bagi komentar negatif dan sikap menjatuhkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline