Menurut laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), sepanjang tahun 2024 telah terjadi 293 kasus kekerasan di sekolah. Dari jumlah tersebut, 42 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual, sebagaimana dijelaskan oleh Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji melalui keterangan tertulis pada, Kamis (24/10/ 2024)-(Sumber: Kompas.com).
Tabu. Kata itu seperti tembok besar yang menghalangi obrolan kita tentang pendidikan seks. Ketika topik ini muncul, reaksi masyarakat sering kali sama, gugup, menolak, atau malah mengalihkan pembicaraan. Aneh, bukan?
Di zaman yang katanya sudah modern ini, berbicara tentang sesuatu yang mendasar dan penting justru dianggap memalukan. Tapi, apa yang sebenarnya membuat pendidikan seks begitu sulit diterima?
Diam yang Mengundang Bencana
Pikirkan ini hal yang sering sekali kita jumpai, seorang anak remaja sedang bingung karena perubahan dalam tubuhnya. lalu mencari jawaban, tapi orang tuanya hanya bilang, "Itu normal, nanti juga tahu sendiri."
Ketika anak itu bertanya lebih jauh, ia malah dimarahi karena dianggap "kepo soal yang tidak-tidak." Akhirnya, ia beralih ke sumber lain, ke siapa? teman sebaya yang sama-sama bingung, atau lebih buruk lagi, internet tanpa filter.
Hasilnya bisa ditebak. Misinformasi merajalela. Mereka tumbuh dengan pemahaman yang salah, sering kali diiringi rasa takut dan malu tentang tubuh mereka sendiri. Diam, yang dimaksudkan sebagai "perlindungan," justru menjadi pintu bagi bencana, kehamilan remaja, penyakit menular seksual, hingga hubungan yang tidak sehat.
Jadi, siapa sebenarnya yang harus malu? Anak-anak yang ingin tahu, atau orang dewasa yang memilih bungkam?
Warisan Budaya yang Salah Kaprah
Mari kita lihat ke belakang, ke masa lalu. Budaya kita kerap menganggap seks sebagai sesuatu yang "kotor" atau "hanya untuk orang dewasa." Akibatnya, pendidikan seks sering disamakan dengan mengajarkan "hal yang tidak pantas."
Padahal, pendidikan seks bukanlah tentang mendorong perilaku seksual, melainkan memberikan pengetahuan yang benar agar seseorang bisa membuat keputusan yang sehat dan bertanggung jawab.
Stigma ini sudah terlalu lama tertanam. Banyak orang tua dan guru merasa tidak nyaman membicarakannya, seolah-olah hanya menyebut kata "seks" saja bisa merusak moral generasi muda.