Selasa (12/11/2024) pukul 01.40 WIB dini hari, saya membuka aplikasi WhatsApp untuk sekadar melihat kabar dan status dari teman-teman. Dalam deretan status yang silih berganti, ada satu unggahan dari seorang teman yang menarik perhatian saya.
Teman saya ini seorang guru, sosok yang selalu berbagi refleksi tentang pendidikan. Dalam unggahannya, dia memajang tangkapan layar percakapan dengan seorang siswa, diikuti dengan komentar pribadinya tentang kondisi pendidikan yang semakin kompleks. Percakapan singkat, tapi begitu menggelitik pikiran.
Siswa tersebut awalnya merespon keluhan sang guru: "Guru jadi bingung ketika siswa gak lakoni opo-opo. Padahal udah sering diingati." Sebuah keluhan yang sederhana, mungkin bahkan sering didengar dalam dunia pendidikan.
Tapi lihatlah, respons si siswa adalah apa yang membuat percakapan ini terasa unik. Siswa itu membalas, "Zaman sekarang, Pak, anak-anak susah dibilangi kalau ga dididik keras." Sejenak saya terdiam, merenungkan kalimat yang sebenarnya mengandung kritik tersirat dari seorang siswa muda.
Unggahan tersebut tidak berhenti di situ. Teman saya, sang guru menambahkan refleksi pribadinya di bawah tangkapan layar percakapan itu. Dia menulis, "Baru kali ini dapat chat dari siswa seperti ini... Berarti benar-benar peka dengan pendidikan."
Nada optimis sekaligus getir terasa dalam kata-katanya. Menurutnya, pemahaman siswa akan pentingnya disiplin adalah sebuah kemajuan. Guru ini juga mengingatkan bahwa saat ini dihimbau agar pendidikan tidak seharusnya menggunakan kekerasan, pendidikan harus "memanusiakan manusia."
Dia sepakat bahwa pendekatan humanis adalah jalan yang diimbau dalam kurikulum modern. "Fine saya sepakat dengan itu bos," tulisnya lagi, menggarisbawahi persetujuan.
Tapi di akhir tulisannya, dia menyisipkan sedikit renungan yang terasa berat, "Tapi di balik guru memanusiakan siswa, terdapat siswa yang tidak memanusiakan guru." Kata-kata itu terasa menohok. Seperti ada kesenjangan yang tak terlihat, seperti sebuah dunia yang telah bergeser tanpa disadari.
Pernyataan teman saya ini adalah potret kegelisahan banyak pendidik di era saat ini. Di tengah tuntutan untuk mengaplikasikan pendidikan humanis, banyak guru yang merasa tidak lagi dihargai.