Cahaya di Kampung Harapan
Matahari pagi perlahan muncul di antara gedung-gedung tinggi Jakarta, seolah ingin menyaksikan langkah kecil yang penuh makna dari sekelompok relawan Cahaya Literasi. Mereka sedang bersiap menuju Kampung Harapan, kawasan permukiman kumuh di pinggiran kota. Di antara mereka, ada Aisyah, seorang mahasiswi yang untuk pertama kalinya bergabung dalam kegiatan ini. Punggungnya terasa berat, bukan hanya karena tas yang penuh dengan buku cerita bergambar, tetapi juga tanggung jawab yang ia rasakan untuk membawa perubahan kecil bagi anak-anak di sana.
“Semangat, Aisyah!” seru Budi, koordinator tim, dengan suara penuh optimisme. “Ingat, hari ini kita bukan cuma membawa buku, tapi juga secercah harapan.”
Setelah perjalanan singkat melewati hiruk-pikuk kota, mereka tiba di Kampung Harapan. Permukiman itu penuh sesak oleh rumah-rumah kecil yang berdempetan, beberapa hampir roboh. Namun, yang menarik perhatian Aisyah bukanlah kondisi fisiknya, melainkan tawa riang anak-anak yang berlarian tanpa alas kaki di jalanan sempit. Ada sesuatu yang menenangkan dalam kebahagiaan sederhana mereka.
Saat berjalan, pandangan Aisyah tertuju pada seorang bocah laki-laki yang duduk di atas peti kayu tua. Bocah itu terlihat serius membaca selembar koran kusam. Ketika mata mereka bertemu, ia tersenyum lebar, senyuman yang mengundang Aisyah untuk mendekat.
“Kamu suka membaca?” tanya Aisyah sambil jongkok di depannya.
“Iya, Kak,” jawabnya sambil menunjukkan koran yang hampir sobek. “Tapi cuma punya ini.”
Aisyah terenyuh mendengar pengakuan itu. Bocah bernama Farhan itu bercerita bahwa koran bekas adalah satu-satunya bahan bacaan yang ia temukan di sekitar rumahnya.
Di tengah lapangan kecil yang menjadi pusat kegiatan, para relawan mulai membentangkan tikar dan mengatur buku-buku cerita. Anak-anak berkerumun, penuh antusiasme. Budi mengambil buku “Petualangan Si Gajah Kecil” dan mulai membacakan cerita dengan penuh ekspresi. Suara tawa dan kekaguman terdengar setiap kali Budi membalik halaman, memperlihatkan gambar-gambar penuh warna.
Mata Aisyah tertuju pada wajah-wajah kecil itu. Tatapan mereka berbinar, seolah petualangan si gajah kecil membawa mereka melintasi batas-batas sempit permukiman mereka, menuju dunia imajinasi yang penuh keajaiban.
Setelah sesi membaca selesai, para relawan mengadakan permainan kecil yang diadaptasi dari cerita tadi. Anak-anak melompat, bersorak, dan tertawa, menikmati momen kebahagiaan tanpa beban.