Lihat ke Halaman Asli

Narendra Ning Ampeldenta

Menulis tentang isu Politik, Sosial, dan hal-hal menarik lainnya.

Nilai Progresif Islam dan Perubahan Zaman

Diperbarui: 3 Maret 2019   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: ted.com


Belum lama ini dunia Astrofisika dikejutkan dengan penemuan sebuah galaksi baru oleh seorang ahli Astrofisika muslim muda, yang berasal dari Turki, Burin Mutlu-Pakdil. Sebagai seorang peneliti di Steward Observatory Universitas Arizona, Mutlu-Pakdil menganalisis data dari teleskop untuk menjelaskan bagaimana galaksi terbentuk dan berubah seiring waktu.

Ketika Mutlu-Pakdil dan timnya menganalisis sebuah galaksi kecil bernama PGC 100714, mereka mengira itu adalah galaksi tipe Hoag. Karena beberapa kejanggalan, dia dan timnya memutuskan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Galaksi ini memiliki cincin terluar berwarna biru dan inti tengah merah, yang di antaranya juga terdapat cincin berwarna merah menyebar mengelilingi pusat inti. Ternyata, Mutlu-Pakdil melihat sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Tentunya penemuan galaksi baru ini menggugah dunia. Mutlu-Pakdil tampil layaknya seperti sebuah simbol, bahwa ilmuwan-ilmuwan hebat Islam kembali dipandang layaknya ilmuwan-ilmuwan hebat Islam di masa lalu, seperti Avicenna dan Al-Kindi. Dia juga tampil sebagai seorang wanita Muslim yang gigih dan memberi inspirasi bagi para pelajar juga imigran, terutama dari komunitas yang kurang terwakili, untuk terus mengejar mimpinya.

Seperti yang kita ketahui, pemahaman dan kekaguman manusia tentang hukum alam melahirkan ilmu pengetahuan, seperti Issac Newton yang mengamati jatuhnya apel dari pohon dan menghasilkan "Teori Newton" yang sangat berguna saat ini. Manusia memang harus menjadi pribadi yang berpikir progresif, maju, modern, dan terus-menerus mengusahakan perbaikan-perbaikan bagi diri dan masyarakatnya. Karena sesungguhnya Modernisasi adalah cara pikir dan bekerja menurut fitrah atau Sunatullah (Hukum Allah).

Manusia juga dituntut untuk terus mencari kebenaran-kebenaran baru. Karena kebenaran itu relatif, tidak seorang pun Manusia berhak mengklaim kebenaran mutlak. Tiap orang pasti punya perspektifnya masing-masing. Oleh karena itu, manusia harus senantiasa bersedia serta lapang dada untuk mendengar dan menerima kebenaran dari orang lain. Dewasa ini, sayangnya, beberapa umat Islam tampaknya banyak yang tertutup dalam sikapnya, hal ini pun tidak jarang kita temui di Indonesia.

Sikap terbuka sangat dibutuhkan bagi seorang muslim, apalagi ditengah perkembangan zaman dan teknologi yang serba cepat ini. Terlebih dalam Islam pun kita dituntut untuk selalu ber-tabayyun, mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya, mendengar ide-ide, dan mengikuti mana yang paling baik.

Bahkan dalam QS. Al-Jatsiyah:13 , Allah telah menciptakan seluruh alam untuk kepentingan Manusia dan merupakan sebuah rahmat dari-Nya. Namun hanya para manusia-manusia yang berpikirlah yang dapat memanfaatkan rahmat dari-Nya tersebut. Segala sesuatu yang menghambat perkembangan pemikiran, yaitu seperti pewarisan membuta terhadap tradisi-tradisi dan pemikiran lama pun juga dilarang. Sejatinya, kita memang dituntut untuk selalu berpikir dan menggunakan akal sehat kita.

Lalu sebagai Pemuda, bagaimana peran kita? Tentunya, para Pemuda, terutama Mahasiswa adalah agen-agen perubahan, "the Nation's best human material" yang harus menjadi garda terdepan dalam menyebarkan semangat akal sehat dan rasionalitas dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam hal yang menjunjung tinggi nilai kemajuan, progresif, serta senantiasa siap beradaptasi dengan perubahan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline