Lihat ke Halaman Asli

UU Anti Subversi, Produk Orde Baru yang Diperlukan

Diperbarui: 17 Februari 2016   22:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada abad ini terorisme selalu dihubungkan dengan dunia Islam, paradigma yang telah berhasil masuk ke benak masyarakat dunia. Mungkin bagi Indonesia yang mayoritas muslim dan mengetahui apa itu Islam, paradigma tersebut salah dan keliru, tapi bagi mereka yang tidak tahu tentang Islam dan selalu mendengar pemberitaan negatif tentangnya pasti kata ‘teroris’ lah yang pertama kali muncul dimulut mereka saat mendengar kata Islam. Kita tidak bisa menyalahkan mereka, karena di dunia barat pemberitaan tentang islam pasti selalu berhubungan dengan bom bunuh diri, rekrutmen jihadis, dan aksi kekerasan lain. Kita pun tidak bisa langsung menyalahkan media, sebab kenyataan dilapangan memang demikian siapapun dalang dibalik itu.

Islam selalu diidentikan dengan bangsa Arab karena tumbuh dan besar disana, namun dalam perkembangan nya, Islam yang damai malah dapat ditemukan di daratan Asia Tenggara, sedangkan setelah wafatnya Rasulullah SAW, Islam di jazirah Arab selalu dalam konflik kepentingan dan berlangsung hingga saat ini, padahal pada dasarnya orang di Jazirah Arab adalah satu tipe (warna kulit, bahasa, budaya), contohnya Arab Saudi, Iran, Irak, Bahrain, UEA, dan Suriah. Mereka yang satu ras saja dapat dikotak-kotak kan dengan keyakinan yang pada dasarnya juga sama, menyembang kepada Allah SWT, mengimani Rasulullah Muhammad SAW, dan hidup berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah. Sangat kontras bila dibandingkan dengan Islam di Asia tenggara yang cendenrung kondusif dan damai walaupun terdiri dari berbagai macam etnik, budaya, suku bangsa, bahasa, dsb.

Walaupun demikian, Asia Tenggara mulai harus meningkatkan kewaspadaan. Ada beberapa pihak yang ingin membawa konflik Timur Tengah ke daerah ini. Sudah lama memang, di Indonesia sendiri aksi terorisme yang berlandaskan agama telah ada pasca tumbangnya rezim orde baru, namun hal itu merupakan hasil dari proses yang bergerak dibawah tanah sejak tahun 1980-an. Pada tahun tersebut di Afghanistan sedang hangatnya usaha melawan ‘kafir’ Soviet, seluruh umat muslim dunia diseru untuk berjihad disana, tak terkecuali Indonesia, seruan itupun ditanggapi dengan semangat dan antusias oleh sebagian kecil umat Islam Indonesia, mereka pergi ke sana untuk berjuang dan menempa diri dengan berbagai pelatihan militer dan taktik tempur.

Setelah perang usai, Jihadis Afghanistan yang pada awalnya berkoalisi dengan Amerika Serikat menganggap sama seluruh bangsa Barat, harus diperangi. Pandangan tersebutpun ditujukan juga pada AS yang membantu mereka dalam mengalahkan Soviet. Jihadis Indonesia yang kembali dari medan tempur Afghanistan menjadi ancaman yang sangat serius saat itu, mereka memiliki kemampuan tempur yang lihai, ahli dalam merakit bom, pandangan yang berbeda tentang diversity, dan akses atau link yang luas antar alumni perang Afghanistan di seluruh dunia.

Namun untungnya Indonesia saat itu masih menerapkan UU Anti Subversi, dimana cikal bakal organisasi atau orang yang ingin mengacaukan stabilitas nasional dapat dicegah dari akar, selain itu segala tindakan teror dapat dicegah untuk meluas, terimakasih kepada aparatur negara pada masa itu, TNI, Polisi, dan Intelijen yang dapat mencegah berkembangnya pemikiran radikal di Indonesia. Menyadari Indonesia bukanlah tempat yang aman bagi perkembangan organisasinya, mereka memilih meninggalkan Indonesia dan berlatih di negara lain, yakni Filipina, di Filipina mereka mendirikan kamp pelatihan di Filipina Selatan yang menjadi basis Islam hingga saat ini.

Keadaan berubah saat Indonesia mengalami masa Reformasi, segala hal yang berbau Orde Baru dilarang untuk diterapkan tanpa memikirkan secara panjang apa konsekuensinya, termasuk UU Anti Subversi. Hal ini menyebabkan radikalis yang sedang berlatih di luar negeri menganggap Indonesia sebagai mangsa empuk, sebab banyak kepentingannya AS. Hilangnya UU Anti Subversi dari hukum di Indonesia menyebabkan aksi teror tumbuh subur, tercatat terjadi 5 kali aksi teror pada kurun Desember 1998 hingga Desember 2000. Lemahnya pengawasan dan wewenang aparat diyakini sebagai alasan utama hal tersebut dapat terjadi.

Bom Bali pertama pada 12 Oktober 2002 menjadi sentakan yang sangat dahsyat bagi Indonesia, sebab aksi tersebut merupakan aksi teror dengan korban paling banyak dalam sejarah Indonesia, membunuh 202 orang dan melukai 240 orang. Perhatian dunia Internasional menuju pada Indonesia, banyak negara yang ingin membantu Indonesia dalam mengatasi para teroris. AS, Inggris dan, Australia misalnya, mereka memberikan pendanaan, pelatihan, dan teknologi kepada Indonesia.

Tiga tahun setelah nya Indonesia masih dalam ancaman teror, aksi bom bunuh diri selalu ada setiap tahunnya dan meresahkan warga Indonesia dan WNA. Baru setelahnya Indonesia dianggap sukses dalam mengatasi terorisme, pasca ditangkap dan dieksekusinya pimpinan organisasi radikal Indonesia, keadaan Indonesia cenderung aman walaupun masih ada aksi teror, namun tidak sesering sebelumnya, dalam periode 2006 hingga 2015, Indonesia hanya sekali diguncang bom yang berdaya ledak kuat, yakni di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton pada tahun 2009.

Kekondusifan Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya nampaknya akan terganggu setelah secara resmi ISIS mendirikan cabangnya di Filipina Selatan pada akhir 2015. Dampaknya pun langsung terasa, beberapa minggu setelah pemberitaan tersebut Indonesia langsung di teror bom yang membunuh 2 polisi, pelakupun nampaknya masih amatir sebab aksi mereka dinilai gagal oleh beberapa pihak.

Namun malah hal ini lah yang menimbulkan kekhawatiran baru bagi Indonesia, yakni munculnya amatir-amatir baru yang siap menjadi penerus Amrozi cs setelah dilatih di Filipina Selatan kelak. Indonesia diyakini akan menghadapi kelompok yang lebih radikal dan militan dari sebelumnya. TNI, Polri, dan Aparat Intelijen memiliki tugas yang berat kedepan. Oleh sebab itu nampaknya UU anti Subversi sangat diperlukan Indonesia sehingga aksi teror dapat di cegah dan ditanggulangi agar kejadian pilu pasca Reformasi tidak terulang.

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline