Lihat ke Halaman Asli

Naraya Syifah

Perempuan Penggembala Sajak

Puisiku Jadi Gelandangan

Diperbarui: 12 Juli 2022   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar: dreamstime.com

Sepotong sabit ditelan gulita malam
Aku masih menanti balasan puisiku yang bertandang ke rumahnya yang tak jua pulang
Di tengah ramainya bisik gemintang membicarakanku
Aku masih meracik diksi untukmu sebagai menu sarapan esok pagi

"Setelah sekian lama diabaikan apa kau tidak cukup bodoh untuk menanggalkan?" bisik daun jambu tua yang berselayang di bahuku pagi ini

Aku terlalu malu untuk bicara
Pada dedaun yang senantiasa
Menghantarkan salamku

Semenjak malam rajin menguping
Bergosip bersama bebintang dan angin
Diramaikan kicauan burung gereja yang berpura-pura tidur di dahan-dahan

Aku semakin beringas menoreh luka
Kala puisiku berlarian tunggang langgang sambil menangis
Lalu bertelanjang berlarian di tengah jalan
Aku semakin gila menggempur pertahanannya
Akan kuhancurkan rumah bergembok pongah itu
Aku tak ingin puisiku jadi gelandangan

Subang, 17  juni 22




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline