Pilkada serentak sudah dilaksanakan pada Hari Rabu tanggal 27 November kemarin. Ini adalah sejarah bagi bangsa Indonesia karena baru kali ini pilkada dilaksanakan secara serentak di seluruh daerah. Pilkada kali ini diikuti oleh 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. (wikipedia.org)
Di Kabupaten Banyumas, Pilkada berlangsung kurang bergairah karena hanya diikuti oleh satu pasang calon yaitu Sadewo-Lintarti melawan kotak kosong. Pemilihan di Banyumas tersebar di 2.650 TPS se Kabupaten Banyumas. (rri.co.id, 3 Desember 2024). Meskipun kurang bergairah namun pelaksanaannya berjalan lancar dan kondusif.
Mengapa saya mengatakan Pilkada di Banyumas kurang bergairah? Ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya:
Pertama, partisipasi masyarakat yang rendah, hanya 68,9 % saja. Dan angka ini turun cukup drastis jika dibandingkan dengan pemilu tahun 2018 yang mencapai 74%, dan pilpres tahun 2024 kemarin mencapai 82,5% lebih tinggi dari target nasional yang 80%.
Menurut ketua KPUD Banyumas Rofingatun Khasanah yang dilansir oleh kompas.com. Partisipasi masyarakat dalam pilkada kali ini menurun disebabkan karena banyak masyarakat yang bekerja di luar Banyumas dan tidak mendapatkan cuti kerja dari majikannya. Alasan lainnya karena jarak yang jauh antara rumah warga dan lokasi pencoblosan setelah ada penggabungan dua TPS menjadi satu tempat.
Kedua, maraknya baliho, poster, dan pamflet, baik itu cetak maupun elektronik yang mengajak masyarakat untuk memilih kotak kosong.
Ketiga, banyaknya komentar masyarakat yang pesimis dengan calon tunggal yang didukung semua partai.
Saya teringat obrolan dengan beberapa orang sebelum pilkada dilaksanakan. Mereka ada yang berprofesi sebagai tukang cukur, penjual barang bekas, dan ada juga pensiunan ASN.
Tukang cukur misalnya saat saya tanya, "Pak, besok milih siapa?" "Kayaknya kotak kosong aja, kesuh sih masak se Banyumas orang pintarnya cuman satu saja." Jawabnya.
"Kalau kotak kosong menang terus gimana pak." Tanya saya lagi.