Lihat ke Halaman Asli

Octaviany Handayani

Penyuka skandal yang riang gembira

Rusuh Bawaslu dan Algoritma Politik

Diperbarui: 23 Mei 2019   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

FACEBOOK memang pintar cari uang. Media sosial besutan Mark Zuckerberg ini membuat algoritma dimana konten yang sering muncul adalah konten yang paling banyak di-like dan dikomentarin.

Awalnya mereka tampilkan konten ke 500 orang pertama. Jika responnya bagus, ia tampilkan ke lebih banyak orang. Dan buuum, konten jadi viral.

Netizen juga betah menggunakan Facebook, karena kontennya sesuai dengan nuansa hati mereka. Pengiklan seneng, karena biaya lebih murah untuk menjangkau banyak orang. Bisnis lebih mulus.

Algoritma ini juga berlaku bagi konten politik. Pendukung 01 dijejali konten dukungan ke 01, karena di-like & dikomentari lebih banyak oleh pendukung 01. Begitupun konten dukungan ke-02 akan menyebar di pendukung 02.

Algoritma media sosial berubah wujud menjadi tembok pemisah dua kelompok dengan narasi yang berlawanan. Masing-masing kelompok percaya dengan kebenaran narasi yg beredar di kelompoknya & menolak apapun kebenaran informasi dari sumber di luar tembok mereka.

Akibatnya, terbentuk polarisasi yang tajam. Istilah Cebong & Kampret menggema laksana bunyi petasan di malam tahun baru. Masyarakat terbelah. Keluarga terpecah.

Insiden tragis unjuk rasa Bawaslu yang menewaskan 6 orang, tak bisa dilepaskan dari fenomena ini. Pendukung 02 merasa menang. BPN sempat mengumumkan menang 62%, kemudian turun menjadi 54%. Narasi kecurangan menggema di dalam tembok narasi mereka. Bahkan ada yang mengatakan "hanya kecurangan yang mengalahkan 02."

Ketika fakta berbicara lain, Jokowi unggul dengan selisih 16,9 juta suara, hanya satu argumentasi yg paling masuk akal bagi kelompok mereka: kecurangan masif. 01 harus didiskualifikasi, tersisa satu calon, Prabowo-Sandi.

Berbondong-bondong mereka mendatangi Bawaslu. Bahkan terjadi insiden panas. Batu dan petasan dilemparkan, asrama Polri dibakar di Petamburan. Gerai McD turut jadi korban. 6 orang tewas dalam insiden yang mengenaskan.

Sampai kapan seperti ini?

Kalah menang itu biasa dalam kompetisi. Tapi bagaimana mengembalikan suasana adem penuh kekeluargaan saat kedua kubu saling berseberangan seolah tak mungkin dipersatukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline