Lihat ke Halaman Asli

Mihael Kheel

Seorang penulis yang sangat random, sama kayak otaknya, random hehe.

Kasih yang Mereka Beri Tak Berbatas

Diperbarui: 6 Agustus 2022   21:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dulu keluargaku sempat memelihara hewan, seekor anjing kampung keturunan. Sakin dekatnya kami sama dia, ketika akhirnya mati meninggalkan luka mendalam sampai keluargaku tidak lagi berani memeliha anjing. Masih terbayang sakitnya ditinggalkan hewan kesayangan yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Rasa-rasanya, aku bagai kehilangan seorang adik. Kebetulan aku anak bungsu.

Sekitar 10 tahun berselang, akhirnya sebuah takdir yang ceritanya cukup panjang mempertemukan keluargaku lagi dengan seekor anjing. Masih anjing kampung keturunan. Awalnya, kami tidak ingin memelihara anjing lagi karena belum siap jika harus kembali ditinggalkan. Luka itu masih membekas nyata. Namun karena kami tidak tega membiarkan anjing tersebut di jalanan, yang mungkin bisa mengancam nyawanya, akhirnya kami pelihara hingga kini.

Pada proses pemeliharaan itu, awal-awal kami sangat kewalahan, mungkin karena sudah lama tidak bersentuh kembali dengan anjing. Bahkan sampai ada beberapa peristiwa yang membuat kami hampir menyerah dan mengenyahkan anjing itu dari rumah. Pertama kali ketika dia masih berumur 2 atau 3 bulan, ibuku masih turut andil membawa anjing tersebut jalan-jalan. 

Sampai suatu ketika, tak disangka, anjing itu menarik lengan ibuku dengan kencang. Sampai ibuku terjatuh dan copot sendi lengan atas. Tidak ada satu-satunya jalan lain selain operasi tulang, penyembuhannya selama satu tahun lebih sebelum benar-benar lepas dari obat. Sehari setelah kejadian, kakaku berikan anjing itu kepada temannya, tapi hanya bertahan dua hari. Hari ketiga aku jemput lagi dan bawa pulang ke rumah.

Kedua kalinya, anjing itu lepas dengan membawa tali kekang di lehernya. Ayahku mengejar anjing itu dan membawanya pulang. Namun sayang, ketika diperjalanan lagi-lagi anjing itu menarik hingga ayahku terpentok sisi mobil yang ada pipa besinya. Tidak copot tangan seperti ibu, tetapi leher ayahku jadi bermasalah. Sama, akhirnya ayahku dibawa ke rumah sakit dan harus menjalani berobat jalan yang juga lama.

Sempat keluargaku ingin menyerah, tetapi melihat matanya yang lucu walau kelakuannya beringas akhinya keluargaku tetap memelihara anjing itu. Kedua orang tuaku, memaaafkan anjing itu meskipun sempat membuat mereka sakit tak terkira. Mereka pun kasihan apabila nasib dia tidak seindah nasib di rumah jika diberikan kepada orang lain, pun begitu anjing itu tidak lagi mempunyai sanak saudara ataupun ayah ibu. Anjing itu benar-benar sendirian. 

Dari kedua orang tuaku, aku sungguh belajar bahwa kasih sayang sungguh tak terbatas, tidak hanya kepada manusia tetapi pula kepada hewan dan semua ciptaan-Nya. Bahwa kita tetap harus memaafkan dan berbelas kasihan kepada sesama makhluk. Aku sungguh tersentuh ketika menyadari bahwa anjing itu telah berusia empat tahun sekarang. Keluargaku masih mencintainya.

Pada tahun ketiga giliran aku yang jadi korban, akhirnya karena suatu peristiwa aku digigit anjing itu dan dilarikan ke UGD karena luka yang cukup parah. Aku masih ingat, aku sendirian di sana, dari UGD ke Biofarma untuk suntuk rabies itu seharian penuh.

Padahal besoknya aku wisuda wkwkwk. Begitu pulang dari sana, aku malah disambut kibasan ekor anjing itu. Sungguh anjing durhaka, tapi berkaca dari kebesaran hati orang tuaku, aku masih menyayanginya sampai sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline