Lihat ke Halaman Asli

Nararya

TERVERIFIKASI

Menteri Yuddy, Prof. Romli, dan Edukasi Buruk bagi Publik!

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya perlu mengawali tulisan ini dengan memberikan kredit kepada rekan Kompasianer Hendra Budiman yang telah banyak memberikan pencerahan hukum, bidang kepakarannya, bagi para Kompasianers. Bagi saya, bukan soal pencerahan hukum per se yang patut diapresiasi. Kita bisa mendapatkan informasi-informasi seperti itu di tempat lain. Yang paling fundamental adalah saya melihat luapan keprihatinan yang pro-rakyat atas karut marut di bidang hukum. Indonesia memerlukan orang-orang seperti ini untuk mengawal pemerintahan Jokowi sesuai dengan bidang kepakaran mereka dari kaki tangan Jokowi yang sudah beberapa kali memperlihatkan kekonyolan di hadapan publik.

Sejak tahun 2008, saya cukup bergulat dengan International Treaties, namun saya tidak mendalami hukum positif serta perkembangan kontemporernya di Indonesia. Itulah sebabnya, tulisan ini mengasumsikan argumentasi-argumentasi hukum (legal argumentations) dalam tulisan rekan Hendra Budiman mengenai celotehan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi dan Profesor Romli Atmasasmita.

Sebagaimana keprihatinan di atas, keprihatinan serupa juga bisa dikemukakan berdasarkan bedahan logika. Logika adalah hukum-hukum penalaran yang sifatnya universal. Sebuah peradaban yang beradab mestinya adalah peradaban yang logis. Implikasinya, para pemimpin publik (public leaders) mestinya adalah figur-figur yang menjadi icons dari sebuah peradaban yang logis.

Saya akan kembali kepada paragraf di atas, namun saya ingin langsung membedah celotehan Yuddy dan Romli terlebih dahulu. Yuddy dan Romli meresponsi aksi unjuk rasa para pegawai KPK yang menolak pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung.

Non sequitur

Saya akan mulai dengan argumen resistensif Yuddy terlebih dahulu, yang saya perlu kutip, demikian:

Tidak boleh tolak menolak. Ikuti prosedur institusi. Semua ada prosedur hukumnya. Semua saling menghormati tugasnya masing masing dan diikuti kesepakatan para pimpinan dan tak boleh pembangkangan (sumber).

Jika kita menerjemahkan argumen di atas dalam bentuk struktur argumentasi, maka bentuknya akan terlihat seperti di bawah ini:


  1. Semua [keputusan pimpinan KPK] ada prosedur hukumnya (premis)
  2. Keputusan mengenai pelimpahan kasus BG ke Kejaksaan Agung ada prosedur hukumnya (premis implisit dari konteksnya)
  3. [Para pegawai KPK] harus mengikuti prosedur hukum (premis)
  4. Para pegawai KPK harus menghormati tugas dan keputusan para pimpinan KPK [terkait pelimpahan kasus BG] (premis)
  5. Menghormati tugas dan keputusan para pimpinan KPK berarti tidak boleh menolak dan membangkang (permis implisit dari premis 4 dan konteksnya)
  6. [Unjuk rasa para pegawai KPK] merupakan pembangkangan (konklusi).

Argumen di atas merupakan argumen yang invalid (tidak sah). Invalid karena kesimpulannya tidak diharuskan oleh premis-premisnya. Yuddy menarik kesimpulan yang cacat (flawed) dari premis 5 yang sebenarnya adalah premis yang cacat pula. Premis 5 cacat karena "menghormati" tidak harus diikuti secara logis dengan "menerima" (acceptance) yang mengasumsikan "persetujuan" (agreement). Misalnya, saya bisa tetap menghormati ayah saya tanpa harus setuju dan menerima semua petuahnya. Selain itu, unjuk rasa tidak sama dengan "pembangkangan" dalam arti melakukan resistensi yang tidak seharusnya.

Menarik kesimpulan yang tidak diharuskan secara logis dari premis yang juga tidak mengandung keharusan logis, dalam logika dikenal dengan sebutan non sequitur fallacy. Sesat pikir non sequitur (literal: doesn't follow) terjadi ketika orang menarik kesimpulan yang tidak diharuskan secara logis oleh premis-premisnya termasuk juga menarik kesimpulan yang tidak diharuskan secara logis dari premis yang tidak mengandung keharusan logis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline