Lihat ke Halaman Asli

Nararya

TERVERIFIKASI

Sebuah SMS yang Menempelak Saya

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak pernah membiasakan diri menunda membalas atau menanggapi sms dari siapa pun, kecuali kalau saya benar-benar sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk itu. Karena saya mengetahui, sebagaimana saya berharap orang sedapat mungkin cepat memberikan respons ketika saya menghubungi mereka, demikian pula mereka yang menghubungi saya.

Mungkin bagi sebagian kita, isu di atas kecil dan seharusnya memang dianggap non-isu untuk dibahas. Saya tidak ingin menggiring Anda untuk tiba pada kesimpulan tertentu, sebelum Anda menyelesaikan membaca sebuah kisah kecil di bawah ini.

Setelah berkeliling dari satu daerah ke daerah lainnya, empat hari terakhir ini saya terpaksa harus beristirahat lebih banyak di tempat tidur. Dalam kondisi itu, saya mendapat beberapa sms dari para mahasiswa yang ingin berkonsultasi mengenai karya ilmiah tahap akhir mereka. Tadinya saya berpikir untuk tidak mengutak-atik gadget jadul saya hingga benar-benar sehat. Tak di sangka, ada sebuah sms yang masuk yang kira-kira isinya demikian:

"Pak, kalau saya ada kesalahan, tolong maafkan saya. Tapi saya sangat berharap mendapatkan tanggapan secepatnya soal tesis saya."


Jujur saja, sms itu terasa menempelak saya. Seketika itu juga saya bangun dan menghubungi mahasiswa yang bersangkutan. Saya meminta maaf karena telah menunda membalas smsnya hingga ia berpikir bahwa ada sesuatu yang "salah".

Tadinya saya berpikir bahwa saya memiliki alasan untuk melakukan penundaan itu. Tetapi penundaan itu sendiri ternyata membuat orang lain merasa "bersalah" karenanya. Saya tidak dapat membenarkan diri saya atas penundaan itu sekalipun saya dapat memberikan alasan berkait kondisi kesehatan saya. Sebenarnya bukan saya tak mampu membalas sms itu. Saya hanya ingin menunda menanggapinya. Dan ternyata, penundaan itu membuat orang lain merasa tidak nyaman.

Setelah mengakhiri percakapan dengan mahasiswa tersebut, saya kembali mengingatkan diri untuk hal "kecil" ini. Ya! Sebuah ide a fortiori segera terpajang besar dalam benak saya: "Jangan pernah sepelekan hal-hal kecil. Sebab, seringkali dampak dari hal-hal kecil yang diabaik justru lebih besar dari yang kita bayangkan."

Selamat pagi; Salam Kompasiana!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline