Lihat ke Halaman Asli

Nararya

TERVERIFIKASI

"Hari Ayah" di Mata Anak-anakku

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin itu tepat satu tahun aku kehilangan ayahku. Aku ingat, tepat jam 17.30  WIB tanggal dan bulan yang sama dengan kemarin, ayahku dipanggil pulang oleh Tuhan.

Mengenang hari dukacita itu, malam sebelumnya aku tak bisa tidur. Sepanjang malam itu, entah kenapa, kesedihan menguasaiku.

Sampai kemarin sore, saat bareng kedua putraku membersihkan taman belakang rumah, guratan kesedihan itu tak bisa kusembunyikan.

"Dad, sedih ngingat opa, ya?," selidik putra sulungku.

"Gak koq, kenapa?" aku berusaha menghindar. Gak seru kalau suasana cerah sore itu terisi dengan topik kesedihan.

Mendengar jawabanku, putra bungsuku menimpali, "Bang, papa gak sedih. Wajah papa gitu karena kopinya belum datang."

Hahahaha..ada-ada saja timpalan isengnya. Dalam hati aku berguman: "Yang kutabur, itulah yang kutuai." Aku melihat sisi isengku di dalam dirinya.

Rupanya putra sulungku terus memperhatikan wajahku. Aku tahu itu. Aku pikir, luar biasa ketampananku sampe-sampe anaku sendiri memperhatikanku seakan tak bosan-bosannya.

"Dad, you are not a good liar."

Ia berkata begitu sambil tersenyum. Senyuman yang rasanya menguliti kedodolanku. "Kenapa aku begitu bodoh menjwab tidak? Kenapa tidak kujawab saja bahwa aku sedih mengingat almarhum kakek mereka?"

Sambil kuakui bahwa aku memang sedih, aku pun berkata: "Besok Hari Ayah, lho"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline