Lihat ke Halaman Asli

Nararya

TERVERIFIKASI

"Les Miserables": Benturan Keadilan dan Kasih

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1405879016120225136

[caption id="attachment_316181" align="aligncenter" width="260" caption="http://img2.imagesbn.com/"][/caption]

Les Miserables adalah judul novel terkenal dari Victor Hugo yang dipublikasikan pada tahun 1862. Novel ini kemudian dipentaskan menjadi sebuah drama musikal dengan tema yang sama dengan judul novel itu.

Kandungan berharga dari novel ini akan saya "bagikan" di sini, sambil saya tautkan dengan sebuah karya menarik dari Profesor D.A. Carson, termasuk pergulatan saya memahami re-presentasi kisah ini dalam tulisan Carson, khususnya dalam konteks Indonesia.

Hugo memperkenalkan sosok Jean Valjean, yang dihukum sembilan belas tahun kerja paksa karena mencuri roti.  Kepahitan dan kekerasan hati sudah pasti mengikuti hukuman yang "tidak adil" itu dalam diri Valjean. Dan itu semakin menjerumuskannya berperilaku tidak dapat dipercaya sama sekali.

Tiba giliran seorang uskup yang baik hati ikut menanggung "hasil" pengalaman tak bersahabat itu di dalam diri Valjean. Setelah menyelamatkan Valjean dari perilaku buruk pemilik losmen pasca melarikan diri dari penjara, uskup itu pun membawanya pulang ke rumahnya. Apa lacur, Valjean malah mengkhianati kepercayaan itu. Ketika penghuni rumah itu lelap dalam mimpi, Valjean malah merayap dalam kegelapan, menggasak beberapa barang berharga dalam rumah itu.

Rupanya, Valjean tertangkap polisi dan keesokan harinya ia digiring kembali ke rumah uskup itu. Pada masa itu, uskup itu hanya perlu mengucapkan pengiyaan dan pemuda malang itu akan mendekam seumur hidup dalam penjara.

"Ah, akhirnya! Saya ingin bertemu dengan Anda. Apakah Anda lupa tempat-tempat lilin yang juga saya telah berikan kepada Anda? Itu juga terbuat dari perak seperti yang lainnya, dan harganya 200 francs. Apakah Anda lupa membawanya?"

Valjean bukan hanya dibebaskan. Lebih penting lagi, ia diubahkan. Rasa malu begitu menguasai diri Valjean ketika para polisi itu pamit. Ia bahkan tidak memiliki daya mengucapkan satu kata pun. Dan uskup yang baik hati itu pun berkata:


"Jangan lupa, jangan pernah lupa, bahwa engkau telah berjanji pada saya untuk menggunakan uang tersebut untuk membuat dirimu menjadi pria yang jujur."

Dan lihatlah, dekap kepahitan yang membusuk menjadi ketidakelokkan karakter itu terputus seketika dengan sebuah tindakan kasih yang tulus.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline