Lihat ke Halaman Asli

Nararya

TERVERIFIKASI

Dari Sawito ke Yusran; Bersikap "Adil" terhadap Abraham Samad

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Untuk saat ini, saya secara pribadi sudah tidak simpatik terhadap Abraham Samad (AS). Tangisannya yang diliput oleh media bagi saya itu tak lebih dari sebuah "jualan". Ia juga sekadar membalas klaim Sawito dan Hasto sebagai fitnah tanpa mengambil langkah lanjutan padahal integritas pribadi serta lembaga KPK yang dipimpinnya bahkan kepercayaan rakyat ikut mendapatkan signifikansi di situ. Bagi saya ini terlalu mencurigakan bahwa semua tudingan Sawito dan Hasto adalah isapan jempol semata. Dan memang AS sudah dilaporkan ke Polisi atas dugaan melanggar pasal 36 dan pasal 65 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (22/1/2015)‎.

Sambil menunggu kejelasan pengusutan terhadap laporan di atas, saya perlu menggarisbawahi beberapa hal penting yang berkembang hingga kini. Bagi saya, kecerdasan kita sebagai masyarakat mesti berperan penting di sini untuk tidak menciptakan opini-opini tak berdasar yang semakin memperkeruh suasana yang memang sudah sangat keruh ini.

Pertama, mengenai artikel Sawito, saya sudah mempublikasikan sebuah tulisan yang di dalamnya saya memperlihatkan bahwa isi artikel tersebut tidak layak acu. Penulisnya tidak kredibel termasuk juga isi tulisannya tidak kredibel.

Sayangnya, seperti yang terbaca di CNN Indonesia dan sejumlah media lainnya, laporan ke polisi mengenai Samad, menjadikan artikel Sawito sebagai "barang bukti" (bukan "alat bukti") satu-satunya (tentu selain kesaksian Hasto nanti). Bagi saya ini disayangkan karena artikel tersebut tidak memiliki kekuatan hukum apa pun untuk menjerat AS. Sebaliknya, artikel tersebut justru memiliki kekuatan hukum untuk menjerat Sawito sendiri sebagai penulisnya, jika AS mempidanakannya atas dasar pencemaran nama baik.

Dan kedua, tulisan dengan nada yang mirip dipublikasikan oleh Yusran Darmawan kemarin berjudul: "Kartu Abraham Samad di Tangan Jusuf Kalla". Saya sudah mengomentari artikel tersebut dengan intonasi yang agak frontal karena saya melihat bahwa Yusran semata-mata mengemukakan sebuah klaim heboh dengan argumen yang sangat lemah (poor argument). Akan saya perlihatkan berikut ini:


  1. Dari judulnya, tercermin asumsi Yusran bahwa AS memiliki "kartu" (sesuatu yang negatif, pastinya).
  2. Yusran mengklaim bahwa "kartu" itu diketahui atau ada di tangan Jusuf Kalla.
  3. Untuk mendukung klaim itu, Yusran mengemukakan sejumlah indikator: a) AS dulu sering meminta nasihat kepada JK; b) ada isu kriminalisasi terhadap KPK yang menurut Yusran sebenarnya tidak; c) bahasa tubuh (gestur) AS terlihat "aneh" di hadapan JK.


Konstruksi isi tulisan Yusran di atas, to be honest, jauh lebih buruk dari tulisan Sawito. Setidaknya Sawito masih memperlihatkan 6 pertemuan dengan PDIP terkait tudingannya bahwa AS memiliki agenda politis terselubung selama ini. Tetapi, membaca tulisan Yusran, indikator a-b tidak relevan dengan klaimnya, sementara indikator c sangat lemah untuk dijadikan acuan. Anda tidak dapat membuat kesimpulan hanya dengan membaca bahasa tubuh seseorang. Ringkasnya, seperti yang sudah pernah saya tulis, Yusran mengacaukan antara "syarat perlu" dan "syarat cukup" untuk menunjang klaimnya.

Apakah Yusran hendak membenturkan AS dan JK di sini? Ataukah ada hidden transcript yang sedang diusung Yusran dalam kaitan dengan JK sambil memanfaatkan kemelut yang menimpa AS sebagai jembatannya? Entahlah!

Terlepas dari itu, saya perlu menegaskan mengenai apa yang tidak saya maksudkan. Pertama, saya tidak bermaksud bahwa isi tulisan Sawito khususnya 6 pertemuan yang ia tuduhkan itu pasti tidak benar karena tulisannya tidak kredibel; kedua, saya tidak menyatakan bahwa JK pasti tidak punya "kartu" AS hanya karena tulisan Yusran itu tidak cerdas.

Yang saya katakan adalah: pertama, Sawito perlu membuktikan tudingannya dengan bukti-bukti spesifik karena mungkin saja ia mengarang keenam pertemuan tersebut; dan kedua, jauh lebih buruk dari Sawito, Yusran bahkan tidak punya acuan kuat apa pun selain membaca bahasa tubuhnya Samad di hadapan JK. Bahkan timbul pertanyaan natural, apakah Yusran hadir di situ dan melihat langsung gejolak gestur AS di hadapan JK?

Orang mungkin terkecoh dengan kepiawaian Yusran memadu kata-kata. Ya itu sesuatu yang patut diapresiasi. Tetapi benar atau tidak benarnya tulisan tidak bergantung atas indah atau tidaknya perpaduan kata-kata di dalamnya. Argumen sebuah tulisanlah yang menentukan "nilai terima" dari tulisan tersebut. Dan saya memilih untuk tidak terkecoh dengan perpaduan kata-kata Yusran!

Saya kira, Sawito dan Yusran akan menghasilkan Novel yang sangat laris jika mereka menggunakan genre itu untuk menuangkan imajinasi mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline