Lihat ke Halaman Asli

Nararya

TERVERIFIKASI

Membantah Tim Independen; Ada Apa Dengan Jusuf Kalla?

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berapa waktu lalu, rekan Kompasianer Thomson Cyrus menulis sebuah artikel berisi kuriositas mengenai "diam"-nya Jusuf Kalla (JK) di tengah-tengah kekisruah saat ini. Tanpa bermaksud serius serta sambil berkelakar, saya mengomentari artikel itu demikian: "Jusuf Kalla lagi liat-liat peluang, bro".

Sedikit ingatan ke belakang. Pada era Pilpres dulu, saya pernah menulis sebuah artikel yang isinya seruan kepada JK untuk menarik kembali kata-katanya terhadap Jokowi yang ia lontarkan beberapa waktu sebelum ia dipasangkan mendampingi Jokowi sebagai Cawapres. Ia menyatakan bahwa Jokowi belum "siap" menjadi Presiden. Sebuah seruan yang tidak ditanggapi JK, saya kira!

Kembali ke stimulasi rekan Thomson di atas, saya pun sebenarnya menyimpan kuriositas yang sama terhadap JK selama beberapa saat terakhir ini. JK seakan "tenggelam" tanpa respons terhadap kemelut yang dihadapi Jokowi.

Sebagai Wapres, tentu bukan sesuatu yang muluk untuk berharap JK mengemukakan lontaran dukungannya terhadap Jokowi. Pun bukan harapan yang ketinggian untuk sekadar ingin mendapatkan kesan bahwa JK "setia di sisi" Jokowi. Di media yang terbaca publik tentunya!

Di sisi lain, seperti yang kita ketahui bersama, Tim Independen sendiri telah menegaskan bahwa pencalonan BG bukanlah inisiatif Jokowi. BG bisa dikatakan "titipan bermasalah" yang memang menimbulkan masalah besar hingga kini.

Tetapi, JK justru menegasi (menolak) penegasan tersebut. Kecurigaan saya terstimulasi ketika membaca komentar resistensif JK di Kompas.com kemarin (28/1/2015). Sebelum menjelaskan mengapa begitu, baiknya saya kutip dulu komentar JK:

Saya kira tentu semua penggantian penting itu diusulkan, ditandatangani, dan direkomendasikan oleh Pak Presiden. Tidak ada orang lain yang bisa putuskan selain Pak Presiden.


Sekilas, pernyataan di atas sesuai dengan UU mengenai hak prerogatif Presiden dalam pencalonan dan pengangkatan Kapolri. Tetapi saya melihat komentar ini justru ambigu (bermakna ganda) ketika ditempatkan dalam konteks situasi politik saat ini.

Pertama, kita mengetahui bersama bahwa banyak pendukung Jokowi yang kecewa ketika nama BG yang merupakan calon tunggal Kapolri itu menuai status tersangka dari KPK. Ada beberapa alasan untuk kekecewaan ini di mana salah satunya adalah dugaan bahwa Jokowi merupakan causa prima dari pencalonan BG. Bahkan narasumber yang diundang di Kompasiana TV (26/1/2015), Notowijaya, pun menyatakan bahwa pencalonan BG mengindikasikan Jokowi telah melampau batas "kompromi politik" dan menyeberang ke arah "transaksi politik".

Kedua, kekecewaan itu menjadi sedikit "terobati" ketika Tim Independen dengan tegas menyatakan bahwa dugaan di atas tidak benar. BG merupakan "titipan" dari pihak tertentu yang "sudah menjadi rahasia umum".

Dan ketiga, penandasan Tim Independen di atas terasa mengena mengingat realitas "kompromi politik" yang tak mungkin terhindari di dalam sistem perpolitikan kita.

Dengan memperhatikan konteks di atas, sambil menerapkan prinsip charity, saya tidak mungkin menganggap bahwa komentar JK di atas mengabaikan realitas "kompromi politik" yang kita ketahui bersama bahwa JK pasti sangat mengetahui akan hal tersebut. Sementara itu, saya juga setuju dengan penulis berita di Kompas.com bahwa konteks komentar JK adalah penolakkan terhadap penandasan Tim Independen di atas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline