Ini adalah luapan kegembiraan. Sebuah kilas ulang. Juga evaluasi diri terhadap kontribusi saya selama bergabung di Kompasiana sejak tanggal 15 September 2013.
Di samping beberapa bidang yang lain semisal: teologi, filsafat secara umum, bahasa, sejarah, dan pendidikan, bisa dikatakan seluruh tulisan saya ditulis dengan menggunakan logika sebagai dasarnya. Logika yang saya maksudkan di sini adalah hukum-hukum penalaran atau prinsip-prinsip penarikan kesimpulan yang sah dan benar. Logika itu universal. Ia berlaku dalam semua bidang kepakaran termasuk dalam keputusan-keputusan praktis dan perilaku sehari-hari.
Tidak heran, saya bisa masuk ke kanal mana pun dengan menggunakan logika!
Hal yang membanggakan bagi saya secara pribadi adalah saya melihat bahwa kontribusi saya ternyata menembus lapisan-lapisan konteks yang tidak saya sadari sebelumnya.
Pertama, bagi para Kompasianers yang sering membaca tulisan-tulisan saya, mereka mengaku mendapatkan panduan bermanfaat dalam hal berpikir rasional dan merumuskan gagasan tulisan yang bebas fallacies.
Kedua, bagi Kompasiana sebagai wadahnya sendiri. Saya tidak mengatakan belum ada sama sekali sebelum kehadiran saya hingga kini. Namun, setahu saya sejak kehadiran saya di Kompasiana, nuansa logika menjadi intonasi penting di sini. Sebutan semisal, "sesat pikir" mulai sering digunakan baik di dalam tulisan maupun di judul-judul tulisan, entah dengan tujuan candaan, afirmatif, maupun resistensif. Dalam tujuan seperti apa pun, ini mengindikasikan bahwa "pesan" saya telah nyantol di benak banyak Kompasianers terlepas dari apakah mereka sependapat atau tidak dengan saya.
Ketiga, saya ingat persis bahwa saya lebih sering nangkring di kanal Humaniora. Ini adalah kanal kesukaan saya walau di kanal ini bisa dikatakan sepi pembaca karena memang Kompasiana sendiri harus diakui tidak terlalu sering menonjolkan kanal ini di Headline maupun Trending Article. Tidak mengapa. Jumlah pembaca, bukan kriteria penting bagi saya secara pribadi.
Yang ingin saya katakan, dua momen besar sejak kehadiran saya di Kompasiana yang menarik saya "meninggalkan" kanal Humaniora dan hijrah sementara ke kanal politik.
Momem yang pertama adalah momen Pilpres tahun lalu (2014). Saya berkali-kali memosting tulisan dengan integrasi antara logika dan politik di kanal yang terkenal "ganas" itu. Saya membela Jokowi-JK, termasuk mengkritik keabsahan pencapresan Prabowo saat itu. Saya senang Jokowi-JK menang di Pilpres tersebut.
Setelah itu saya kembali ke kanal Humaniora. Saya menikmati memosting tulisan-tulisan di sub-kanal: filsafat, bahasa, pendidikan, dan sesekali Sosbud.
Pada awal tahun 2015, ketika mulai kisruh soal pencalonan BG, saya pun hijrah lagi ke kanal politik. Juga dengan integrasi logika dan politik. Kali ini, situasinya sangat rumit dan saya juga memasuki sebuah area spesifik yang baru yang mau tidak mau saya harus familiar dengannya yaitu sub-kanal hukum.