Banyak orang penasaran tentang bagaimana pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas yang viral 2-3 bulan lalu. Benarkan Kabupaten Banyumas sungguh-sungguh bisa mengelola sampahnya hingga 85%? Kehebatan Kabupaten Banyumas itu sampai menyedot perhatian sejumlah negara ASIA untuk melihatnya dan menjadikannya percontohan.
Rasa penasaran itu cukup beralasan. Karena hingga kini, belum ada satu pun kabupaten/kota di Indonesia yang berhasil mengelola sampah hingga 85%. Jangankan 85%, mengelola sampah sampai 30% saja berat. Apalagi kalau sampai menutup Tempat Pembuangan/Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. Jika Kabupaten Banyumas benar-benar melakukan itu, berarti Kabupaten Banyumas memang luar biasa dan harus dicontoh semua kabupaten/kota se Indonesia bahkan dunia.
Tapi sejak awal sesungguhnya ada yang terasa janggal dari prestasi Kabupaten Banyumas dalam mengelola sampah yang viral itu. Kejanggalannya adalah sistem persampahan di Kabupaten Banyumas itu masih sentralistik. Bagi orang-orang yang serius dan berpengalaman di lapangan terkait pengelolaan sampah, sistem sentralistik persampahan sangat kecil kemungkinannya dapat membereskan masalah sampah.
Dan benar saja. Setelah 2-3 bulan pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas itu viral, kini sudah tidak ramai diperbincangkan lagi. Sudah banyak yang kemudian tahu kebenarannya. Ketika Kabupaten Banyumas menyedot perhatian dan didatangi orang untuk studi banding, mereka mendapati kenyataan bahwa kondisinya sampah di Kabupaten Banyumas sama saja seperti di daerah lain. Hanya saja, Kabupaten Banyumas lebih pintar mengemas situasi untuk dijadikan konten media sosial.
Apa yang sedang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas itu, sebenarnya sudah dilakukan juga pemerintah kabupaten/kota (Pemkab/Pemkot) yang lain di Indonesia. Tapi, pemkab/pemkot lainnya tidak sepercaya diri Pemkab Banyumas. Mereka tidak seberani Pemkab Banyumas yang menyatakan diri sudah optimal mengelola sampah hingga menutup TPA sampahnya.
Pemkab/Pemkot lainnya juga tak seberani Pemkab Banyumas membuat konten media sosial sehingga viral. Hanya saja, viralnya pengelolaan sampah di Banyumas itu relatif ditanggapi biasa saja oleh Pemkab/Pemkot lainnya. Mungkin karena mereka sudah tahu dan paham bahwa yang sedang berjalan di Banyumas itu hanya menunggu waktu saja untuk stagnan dan akan kembali bergantung ke TPA sampah.
Pemkab/pemkot lain sudah punya point of view (POV) kerapuhan pengelolaan sampah di Banyumas itu. Makanya mereka santai-santai saja. Tidak langsung aktif mau mengadaptasi Banyumas, karena umumnya semua pemkab/pemkot sudah mencobanya dan kebanyakan kurang berhasil. Alih-alih mengelola sampah, yang terjadi justru menghabiskan anggaran hingga akhirnya kekuatan anggaran tak sanggup lagi mensubsidi. Ujungnya bisa ditebak. Lagi-lagi sistem angkut buang ke TPA sampah diberlakukan kembali.
Aspek Pengelolaan Sampah Tidak Simultan
Kerapuhan pengelolaan sampah di Banyumas itu tampak sekali. Karena aspek-aspek pengelolaan sampah yang wajib simultan, hanya sebagian-sebagian saja yang dipenuhi. Sehingga prinsip pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan sulit tercapai. Bahwa saat ini tampak begitu sukses, itu wajar. Karena kekuatan anggaran masih ada, semangat melaksanakan program masih ada.
Artinya, pengelolaan sampah di Kabupaten Banyumas yang dibanggakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu dijalankan karena keterpaksaan. Gara-gara TPA-nya dihadang warga. Andai TPA itu tidak ditutup warga, maka pengelolaan sampah di Banyumas pasti tetap mengandalkan TPA.