Lihat ke Halaman Asli

Nara Ahirullah

TERVERIFIKASI

@ Surabaya - Jawa Timur

Denda Buang Sampah akan Jadi Malapetaka di Yogyakarta

Diperbarui: 19 Desember 2022   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perilaku masyarakat dalam persampahan lebih disebabkan oleh ketiadaan sistem pengelolaan yang komperhensif. (Dokumentasi pribadi)

Pemerintah Kota Yogyakarta akan menggunakan "tangan besi" dalam pengelolaan sampah. Suatu kebijakan yang justru berpotensi akan menjadi malapetaka bagi lingkungan di Yogyakarta jika tidak memiliki persiapan yang matang untuk diterapkan pada awal 2023 mendatang.

Dikutip dari berita berjudul "Jika Nekat Buang Sampah Anorganik di Yogyakarta, Bisa Kena Denda Rp 500 Ribu" (jogja.jpnn.com), 18 Desember 2022, Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya mengatakan gerakan nol sampah anorganik harus berjalan dan tidak bisa ditawar. Menurut dia, Pemerintah Kota Yogyakarta akan mengevaluasi program tersebut pada tiga bulan pertama. Setelah itu, peraturan daerah tentang gerakan nol sampah anorganik akan resmi berlaku.

Untuk menjalankan program tersebut, Pemkot Yogyakarta mengandalkan keberadaan 575 bank sampah yang sudah ada. Modal keberadaan bank sampah sebagai kelembagaan pengelola sampah memang bisa memberi andil dalam program tersebut. Namun, keberadaan bank sampah saja tidak akan cukup untuk mengurangi volume sampah secara signifikan.

Pemkot Yogyakarta kemudian menyatakan akan menerapkan denda bagi warga yang nekat membuang sampah anorganik. Rupanya Pemkot Yogyakarta tidak belajar dari puluhan pemerintah kabupaten/kota yang sebelum-sebelumnya sudah menerapkan ancaman sanksi pada masyarakat yang pada akhirnya tidak besar pada pengurangan volume sampah ke tempat pemrosesan/pembuangan akhir (TPA) sampah.

Penerapan sanksi dan denda pada masyarakat karena membuang sampahnya justru akan menjadi malapetaka. Jika Pemkot Yogyakarta tidak terlebih dahulu melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai pemerintah dalam pengelolaan sampah.

Resistensi dari masyarakat akan sangat besar jika sanksi dan denda itu benar-benar diterapkan. Pertama, bank sampah yang sudah ada akan kewalahan dengan metode program nol sampah itu jika secara kelembagaan masih lemah. Lemah dari sisi kemampuan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan potensi jual sampah anorganik yang fluktuatif.

Kedua, masyarakat mungkin tidak akan membuang sampah anorganik melalui petugas kebersihan, tapi akan membuang sampah ke tempat lain secara tidak bertanggung jawab untuk menghindari sanksi atau denda. Sehingga akan muncul kantong-kantong ilegal dumping (penumpukan sampah ilegal) di banyak lokasi. Bahkan, sampah bisa dibuang dan bisa masuk ke badan air seperti aliran selokan atau sungai.

Ketiga, Pemkot Yogyakarta bisa "diserang balik" masyarakatnya dengan adanya potensi gugatan balik. Dikarenakan Pemkot Yogyakarta belum memenuhi semua kewajiban dalam aspek pengelolaan sampah sebelum menerapkan sanksi atau denda.

Tiga resistensi dari masyarakat terhadap penerapan sanksi atau denda itu akhirnya akan menjadi pekerjaan tambahan bagi Pemkot Yogyakarta jika tak segera diantisipasi dengan baik. Prinsip pengelolaan sampah menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan pun akan sulit tercapai.

Saran Saving Cost untuk Pemkot Yogyakarta

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline