Selepas sholat Jumat (7 Januari 2022), Takmir Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya menyampaikan pengumuman melalui pengeras suara. "Hari ini ada empat orang akan ikrar memeluk Islam. Pada yang bersangkutan mohon merapat ke pengimaman".
Mendengar pengumuman itu sebagian jamaah tak beranjak. Ada juga yang bergerak mendekat ke pengimaman untuk menjadi saksi ikrar muallaf itu. Setelah panggilan kedua, tiga perempuan dan seorang anak perempuan duduk di depan meja yang disiapkan takmir masjid.
Satu perempuan di antara empat itu sebelumnya beragama Hindu. Sementara tiga lainnya adalah seorang ibu dan dua putrinya. Di belakang dan sisi kanan-kiri ada keluarga keempat perempuan itu hadir.
Yang mengislamkan keempat perempuan itu adalah Imam Sholat Jumat. Saat ditanya kenapa keempatnya masuk Islam, salah satu di antaranya sempat terisak. Katanya merasa nyaman sejak mengenal Islam.
Saat masuk ikrar, satu persatu dari empat orang itu membaca dua kalimat Syahadat. Mereka tegar. Justru keluarganya yang terlihat banyak terharu. Semua terlihat mengusap air matanya.
Berbagai Pemicu Rasa Haru
Pantas saja jika keluarga para muallaf itu menangis terharu. Itu mungkin karena doa-doa mereka yang selama ini dipindahkan pada Tuhan agar keempat muallaf tadi mendapat hidayah. Rasa haru mereka sangat beralasan.
Menariknya, haru itu bukan hanya dirasakan oleh keluarga muallaf. Orang lain yang tidak ada hubungan keluarga dengan para muallaf itu juga ikut terharu. Suasana saat ada orang ikrar memeluk Islam memang beda. Terlebih saat si muallaf dibimbing membaca dua kalimat Syahadat.
Bagi mereka yang muslim sejak lahir tentu tidak pernah melakukan ikrar seperti muallaf. Tidak pernah merasakan ada transisi perpindahan agama atau keyakinan. Maka mungkin, menyaksikan ikrar muallaf membuka suasana dan rasa tersendiri di hati mereka.
Di antara mereka yang menjadi ikrar itu mungkin ada juga yang muallaf. Rasa haru mereka mungkin dipicu oleh ingatan tentang perjuangan mereka saat menghadapi transisi agama atau keyakinan.