Lihat ke Halaman Asli

Nara Ahirullah

TERVERIFIKASI

@ Surabaya - Jawa Timur

Catatan Lengkap Pengelolaan Sampah Melalui Koperasi

Diperbarui: 6 November 2020   10:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poster pelaksanaan Webinar yang dilaksanakan oleh Kolaborasi PKPS Indonesia. (dok.PKPS)

Banyak hal disampaikan oleh pengisi acara dan para narasumber Webinar Paradigma Pengelolaan Sampah Melalui Koperasi Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional yang dilaksanakan pada 27 Oktober 2020. Apa saja catatan pentingnya?

Indra Utama, Ketua PKPS Medan - Sumatera Utara:

  • PKPS Medan terbentuk setelah mengikuti acara Webinar "Paradigma Pengelolaan Sampah Melalui Koperasi" sebelumnya yang diadakan pada Juni 2020. Dibentuk dengan bimbingan jarak jauh oleh Nara Ahirullah Ketua PKPS Surabaya dengan memanfaatkan teknologi informasi.
  • Langsung mendirikan PKPS karena menilai sistem yang dibangun sesuai regulasi dan komperhensif dari hulu ke hilir. Sebelumnya aktif dalam pengelolaan sampah yang ternyata tidak bisa berjalan baik karena tidak ada sistem yang komperhensif.
  • Terbentuknya PKPS Medan menjadi wadah komunikasi dan bersatunya para pengelola sampah yang mau bersinergi, sehingga komunikasi dan informasi tentang keberadaan material daur ulang mulai terjalin. Karena itu saat kondisi pandemi Covid-19, aktivitas ekonomi pengelolaan sampah tidak banyak terpengaruh bahkan relatif bertahan.
  • Ketika ada rencana kolaborasi PKPS mengadakan Webinar sosialisasi kembali sangat bersemangat berharap ada makin banyak PKPS baru berdiri setelah webinar sebagaimana PKPS Medan berdiri setelah mengetahui informasi dan memahami sistem dan konsep PKPSke depan.
  • Sebaiknya PKPS diganti sebutannya jadi Primkopas sehingga nanti di provinsi terbentuk Puskopas (Pusat Koperasi Pengelola Sampah) dan di pusat dibentuk Inkopas (Induk Koperasi Pengelola Sampah). Yakin jenjang dan jejaring PKPS akan berdiri di Indonesia untuk menjadi poros sirkular ekonomi.
  • Webinar akan diisi oleh dua narasumber pemantik: Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation sekaligus inisiator PKPS, Asrul Hoesein dan Dosen Teknik Industri Universitas Tarumanagara, Helena Juliana Kristina. Narasumber utama adalah Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM RI Bidang Hubungan Antar Lembaga, Luhur Pradjarto.

Nara Ahirullah, Inisiator Kolaborasi PKPS Pelaksana Webinar sekaligus Ketua PKPS Surabaya:

  • Inisiatif kolaborasi antar PKPS mengadakan Webinar sebagai bukti bahwa PKPS di manapun berada memiliki semangat kolaborasi yang kuat dan kerjasama yang baik. Menunjukkan bahwa konsep PKPS yang berjenjang dan berjejaring mulai berjalan.
  • Webinar tentang pengelolaan sampah dan koperasi kali ini merupakan bentuk sosialisasi kedua PKPS secara daring. Sesungguhnya sosialisasi PKPS sudah diadakan tiga kali. Sosialisasi pertama di Surabaya pada Oktober 2019, melahirkan PKPS Surabaya, PKPS Sijunjung dan PKPS Sukabumi. Sosialisasi kedua secara online pada Juni 2020 melalui acara Webinar, melahirkan PKPS Medan, PKPS Bangkalan, PKPS Bondowoso dan PKPS Merauke. Berharap sosialisasi yang ketiga ini bisa lahir kembali PKPS baru.
  • Saat ini sudah ada 7 (tujuh) PKPS berdiri dengan dokumen pendirian yang relatif sudah lengkap. Sementara itu ada 24 Pra-PKPS sudah terbentuk di seluruh Indonesia. Tentu butuh waktu dan energi untuk melahirkan 514 PKPS di seluruh Indonesia sehingga terwujud tata kelola sampah Indonesia.
  • Konsep dan sistem PKPS memang masih baru namun memiliki keniscayaan sebagai sistem pengelolaan sampah yang paling relevan di Indonesia. Saat ini semua orang memiliki konsep pengelolaan sampah, kita berharap pada akhirnya bisa disepakati ada satu sistem yang bisa dipakai untuk menata kelola sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang menguntungkan semua pihak dan lingkungan.
  • Semoga sosialisasi demi sosialisasi sistem pengelolaan sampah dengan paradigma koperasi bisa melahirkan PKPS-PKPS baru untuk memperluas pemahaman pengelolaan sampah yang komperhensif dan secara ekonomis serta ekologi dapat menguntungkan.

Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation sekaligus inisiator PKPS:

  • Pengelolaan sampah harus mendahulukan nilai sosial. Meski demikian, nilai ekonomis dari pengelolaan sampah sangat mengemuka. Namun tetap saja, pengelolaan sampah harus mengutamakan nilai sosial meski jaraknya hanya 1 (satu) sentimeter dari nilai ekonomisnya.
  • Lembaga yang paling sesuai dengan nilai sosial dan ekonomis dalam pengelolaan sampah adalah koperasi. Karena koperasi memiliki prinsip sosial dan bisnis di dalamnya. Semua pihak dapat bergabung di dalam koperasi dengan kepentingannya masing-masing namun tetap harus tunduk pada prinsip dan asas koperasi.
  • Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) adalah bentuk koperasi pengelolaan sampah yang relevan. Konsep PKPS tidak lahir begitu saja namun melalui proses panjang menguras pikiran dan tenaga. Konsep koperasi dalam pengelolaan sampah secara formal lahir dari MOU antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertajuk Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Bidang Pengelolaan Bank Sampah tahun 2016 dan 2017. Saya tidak dilibatkan oleh KLHK dan Kemenkop pada tahun 2016 dan 2017. Nanti pada tahun 2018 (Maret) saya di undang oleh Kedeputian Restrukturisasi Usaha Kemenkop untuk bahas PKPS dan berlanjut sampai sekarang atas dukungan Kemenkop.
  • Dari MOU itu lahir sedikitnya 200 Primer Koperasi Bank Sampah (PKBS) single stakeholder yang pada akhirnya tidak bisa berjalan baik. Ide koperasi pengelola sampah itu juga datang dari saya namun saya tidak terlibat di dalamnya sehingga koperasi yang terbentuk bukan seperti konsep awal. Maka pada 2018 ide koperasi itu kembali ke saya dan saya dipanggil ke Kementerian Koperasi dan UKM untuk memperjelas ide PKBS serta diuji kemurnian dan keberlangsungan lembaga tersebut.
  • Di masa uji konsep PKBS oleh Kementerian Koperasi dan UKM itulah Bapak Luhur mengusulkan agar PKBS diganti menjadi PKPS. Mengubah kata "bank" menjadi "pengelola". Karena kata pengelola bermakna lebih luas. Pengelola sampah dapat berarti siapa saja, mulai dari perorangan atau komunitas yang berbadan hukum maupun yang tidak. Dengan demikian PKPS dapat merangkul seluruh pihak yang ada kaitannya dalam pengelolaan sampah.
  • Konsep PKPS adalah berjenjang dan berjejaring. Kerjasama adalah inti dari konsep PKPS, maka tidak salah jika PKPS diusulkan sebagai sistem yang dapat menjadi mitra pemerintah dalam pengelolaan sampah Indonesia dan menjadi poros sirkular ekonomi di Indonesia untuk segala jenis sampah baik organik maupun anorganik.
  • PKPS sebagai rumah bisnis bersama bisa menjadi tempat bernaung siapa saja dalam pengelolaan sampah mulai hulu hingga hilir tanpa terkecuali. Hal itu untuk menjawab tata kelola sampah yang termaktub dalam UUPS, yang mengatur agar semua pihak bisa menjalankan kewajibannya dan mendapatkan haknya secara bertanggungjawab dan proporsional.
  • Lalu lintas pengelolaan sampah melalui PKPS yang berjejaring di seluruh Indonesia akan memudahkan pemerintah dalam menerapkan aturan-aturan dalam pengelolaan sampah. PKPS yang sejak awal menerapkan budaya administrasi yang diharapkan dapat memberikan data dan informasi yang jelas dan komperhensif pada pemerintah. Sehingga data dan informasi itu bisa menjadi pedoman pemerintah untuk menjalankan UUPS maupun aturan lain yang berkaitan.
  • Data dan informasi mengenai pengelolaan sampah dari PKPS adalah bentuk kesatuan pedoman guna menjalankan roda sirkular ekonomi. Dengan data dan informasi itu pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif dan disinsentif pada pihak-pihak yang terkait sampah dan pengelolaan sampah. Jika ini sudah berjalan, maka sirkular ekonomi yang berangkat dari pengelolaan sampah akan terwujud.
  •  EPR, CSR dan pendanaan-pendanaan lain dari sumber mana pun yang berkaitan dengan sampah juga dapat diatur pemerintah berdasarkan data dan informasi dari PKPS yang sudah disatukan dari daerah-daerah melalui provinsi dan pusat. Dengan begitu pengelolaan sampah di semua lini akan mendapatkan keuntungan yang proporsional, sementara pihak lain dapat bertanggung jawab sesuai dengan kewajibannya.
  • Perputaran ekonomi dalam pengelolaan sampah yang berjalan baik ditandai dengan keberadaan data informasi mengenai pengelolaan sampah yang jelas. Yang kedua, kepastian insentif dan disinsentif pada semua lini. Karena itulah sirkular ekonomi dalam sampah dianggap sudah terwujud jika Pasal 21 UUPS terlaksana. Yaitu, insentif dan disinsentif untuk semua pihak yang terlibat. Di mana selama ini yang selalu muncul ke permukaan hanyalah poin disinsentif sementara poin insentif kerap tersembunyi atau disembunyikan.
  • Kunci terlaksananya Pasal 21 UUPS adalah data dan informasi yang jelas, komperhensif dan satu sumber. Maka dari itu, PKPS dengan konsep berjenjang dan berjejaringnya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan itu dan menjadi satu pintu sumber informasi tentang pengelolaan sampah yang di dalamnya semua pihak juga bisa bergabung dan bernaung.
  • Dibutuhkan Kepmen Koperasi dan UKM untuk mendorong berdirinya PKPS di setiap kab/kota.

Helena Juliana Kristina, Dosen Teknik Industri Universitas Tarumanagara:

  • Dalam PERPRES NO 97 thn 2017 yang berisi tentang kebijakan dan strategi pengolahan sampah, mentargetkan sampai thn 2025, terjadi penanganan sampah 70% dan pengurangannya sampai 30%.Hal ini dapat dilakukan dalam konteks pengelolaan sampah yang menggunakan prinsip 3 R: Reduce, Reuse dan Recycle, yang menjadi pokokutama dalam UU No 18 thn 2008 tentang Bank Sampah, yang diperkuatdalam Peraturan Pemerintah No 81 thn 2012 tentang Pedoman PelaksanaanProgram Pengelolaan Sampah Kota dan Sampah Sisa RumahTangga.Dengan menggunakan prinsip circular economy, dimana nilai produk dan material dijaga dan dimanfaatkan selama mungkin, sehingga timbunan sampah dapat dibatasi sekecil mungkin.
  • Dampak liner ekonomi terlihat dalam kondisi TPA-TPA di Indonesia. Sampah menjadi beban lingkungan tanpa memperhatikan daya tampung lingkungan hidup yang semakin kecil.
  • Kita harus memahami bahwa lingkungan bukan untuk kita yang hidup saat ini saja melainkan juga untuk generasi mendatang. Maka bisnis pun harus memperhatikan hal itu. Sehingga bisnis yang baik dalam perspektif ekologi-ekonomi adalah bisnis yang memiliki jangkauan masa depan; bisnis yang tidak hanya mendasarkan diri pada preferensi individual sekarang, melainkan juga harus memberi perhatian pada preferensi komunitas dan sejarahnya.
  • Koperasi adalah untuk menciptakan keseimbangan antara tuntutan pertumbuhan ekonomi dan tuntutan keadilan sosial. Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) adalah wujud nyata dari upaya mewujudkan pengelolaan sampah yang berasas kekeluargaan, gotong royong dan sosial entrepreneurship.
  • Saya perhatikan juga selama ini Pak Asrul sangat serius dan konsisten mempersiapkan konsep PKPS. Kursus-kursus entrepreneurship yang dilaksanakan oleh Pak Asrul dan kawan-kawan pada PKPS yang sudah berdiri adalah bukti bahwa PKPS tidak dilepas dan dipersiapkan mental dan semangat entrepreneurshipnya.
  • Perbedaan antara PKPS dengan sistem persampahan daerah.

Sistem persampahan daerah:

  1. Roh Sistem angkut buang sampah dari rumah warga ke TPST /TPA adalah penanamanpada masyarakat akan budaya konsumerisme dan budaya mudah membuang.
  2. Roh Sistem angkut buang juga membuat perusahaan/industri kurang menyadari dampak produknya setelah selesai konsumsi.
  3. Sistem angkut buang saat ini, tidak bisa menjalankan UU No 18 tahun 2008 pasal 13, karena minimnya tenaga pemilah dan teknologi pengolahan sampah yang belum memadai.
  4. Sistem angkut buang membuat masyarakat menjadi pemalas, serba instan, egois dan tidak bertanggung jawab
  5. Sistem administrasi sistem angkut buang tidaklah tertib dan transparan, sehingga mudah di korupsi.
  6. Pekerja di sistem angkut buang tidak akan dirugikan dgn adanya PKPS, jika mereka dibantu untuk keluar dari zona nyamannya dan diberdayakan untuk ambil bagian  alam projek/program PKPS agar mereka mandiri.
  7. Apakah pengelola sampah seperti bank sampah, pemulung, pengepul, perosok semuaselalu untung dalam berbisnis sejak menggunakan sistem persampahan daerah? Saya rasa banyak juga yang akhirnya tutup dan berhenti.

PKPS:

  1. Roh PKPS adalah poros sirkular ekonomi, dimana ditanamkan kepada semua pihak agar dapat menjalankan kewajiban dan mendapatkan haknya secara bertanggungjawab dan proporsional.
  2. PKPS membawa pembaruan bahwa biaya penanganan sampah sistem tradisional adalah suatu hal yang tidak memberikan nilai tambah pada produktivitas pengelolaan sampah dan lingkungan hidup yang baik.
  3. PKPS membuat sistem pengelolaan sampah kawasan oleh masyarakat sesuai UU No 18 Thn 2008 pasal 13, dimana sampah dikelola di sumber hingga 90% sehingga sampah yang dibawa ke TPA hanyalah residu yang diperkirakan tinggal 10% saja.
  4.  PKPS berbasis kelompok/komunitas, yang akan memperkuat semangat gotong royong masyarakat Indonesia.
  5. Sistem administrasi PKPS dinilai terlalu detail. Ya..haruslah! Namanya juga koperasi. Sebuah koperasi membutuhkan system pengelolaan keuangan yang transparan, jujur dan bertanggung jawab. Tertib administrasi, Taat regulasi.
  6. PKPS dianggap mementingkan masyarakat? Tentu saja, jika masyarakat menjadi masyarakat yang cerdas, taat hukum dan peduli pada lingkungan hidup, maka negara Indonesia akan menjadi negara yang hebat.
  7. PKPS dianggap dapat merugikan pengelola sampah seperti bank sampah, pemulung, pengepul,perosok? Masa sih? Roh koperasi adalah untuk Kesejahteraan Bersama.
  8. PKPS dianggap memubadzirkan dana pengangkutan dan pengelolaan TPA? Dana bisa dialihkan untuk membangun infrastruktur pemilahan dan pengelolaan sampah di masyarakat.
  • Pengelolaan sampah secara nasional harus bersatu dan harus saling menerima dan kolaborasi. Di mana hal utama yang paling penting dalam kolaborasi adalah perlunya saling memahami satu dengan lainnya. Menjadi berbeda tidakberarti perlubertentangan. Hidup berdampingan secara damai dapat menjadi pengaturan yang sangat memuaskan, ketika orang saling menghormati gagasan dan keyakinan orang lain. Kita perlu dipahami oleh orang lain serta memahami orang lain.
  • Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) diharapkan mampu menjadikan koperasi sebagai lembaga ekonomi utama pilihanmasyarakat. UU Ciptaker juga disebutnya akan memperkuatposisi UKM dalam rantai pasok; mengakselerasidigitalisasi UKM; dan memberikan pembiayaan mudah dan murah bagi UKM. Dengan adanya aturan baru ini bisa jadi PKPS akan berkembang kian cepat berdiri di daerah-daerah untuk kemudian berjejaring.
  •  Ada banyak hal yang bisa dijalankan dengan PKPS. PKPS bisa membina pengelola sampah yang anggota berasal dari bank sampah tersebut baik dalam hal daur ulang maupun keterampilan yang berbahan dasar dari sampah. PKPS dapat menjadi lembaga formal yang bisa memberikan edukasi tentang bagaimana pengelolaan sampah dijalankan sesuai aturan dan perlindungan terhadap alam. PKPS juga dapat berdampingan dan membantu komunitas-komunitas dalam upaya merevitalisasi lokasi-lokasi yang terdampak oleh penumpukan sampah.

Luhur Pradjarto, Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM RI Bidang Hubungan Antar Lembaga:

  • Dalam pengolahan sampah sangat mungkin dalam bentuk atau wadah koperasi karena mulai dari masyarakat, si pencari sampah atau pemulung, pengepul hingga industri daur ulang nantinya dapat bergabung dalam wadah koperasi. Sehingga circular economy akan tumbuh dan pada akhirnya nanti akan meningkatkan kesejahteraan mulai dari pemulung pengepul dan industri daur ulang. Dengan begitu koperasi dapat menciptakan suatu ekosistem yang nyaman, indah dan bersih dalam lingkungan.
  • Koperasi pengelola sampah yang didirikan di setiap kabupaten/kota akan membentuk ekosistem besar  penanggulangan sampah yang selama ini menjadi momok. Kita tahu selama ini pengelolaan sampah secara individu selalu berakhir di TPA. Karena masyarakat konsep sirkular ekonomi sehingga mayoritas sampah masuk TPA.
  • Jika masyarakat tergabung dalam sistem koperasi maka pengurus dan pengelola dapat mengedukasi anggota dan masyarakat sejak dari rumah tangga agar sampah tidak lagi ditangani dengan pola angkut buang. Melainkan sudah dipilih dan dipilah sejak dari rumah baik sampah organik dan anorganiknya. Sehingga nanti pada proses selanjutnya akan lebih mudah dan secara ekonomis menguntungkan semua pihak. Terutama pihak-pihak yang memang selama ini mencari pendapatan dari situ.
  • Koperasi pada tahap selanjutnya dapat memenuhi kebutuhan peralatan untuk processing yang didalamnya terintegrasi reduce, reuse dan recycling-nya. Dalam wadah Koperasi inilah nantinya muncul circular economy.
  • Terkait  UU Cipta kerja yang sudah  disetujui oleh DPR tetapi menunggu untuk diundangkan, pendirian koperasi sangat mudah dengan 9 (sembilan) orang itu sudah dapat mendirikan. Dalam koperasi itu sangat dimungkinkan bagi anggota atau masyarakat atau pengelola sampah  dapat bergabung. Mereka akan menjadi wirausaha- wirausaha baru. Sampah yang dikumpulkan baik plastik, sampah kain, sampah kertas untuk didaurulang maupun untuk kerajinan yang berbahan baku limbah akan meningkat nilai ekonomisnya. Begitu juga dengan pengelolaan sampah dari sisa pertanian yang bisa dijadikan kompos atau pupuk organik nanti bisa juga bisa meningkat nilai ekonominya. (rev)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline