Lihat ke Halaman Asli

Berkunjung ke Ternate dan Tidore

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir 2010. Perjalanan keluar kota terakhir ditahun ini. Aku dapat jatah bertugas ke LPMP Maluku Utara, lokasinya ada di Tidore. Perjalanan yang cukup melelahkan, namun juga menyenangkan.

Diawali naik travel Malang-Surabaya jam 19.00, berharap perjalanan lancar dan tidak terjebak macet di Porong. Sampai di pertigaan Apollo terlihat antrian kendaraan mengular, untungnya sopir dah biasa nempuh Malang-Surabaya dan sebaliknya, jadi tahulah jalur alternatif. Muter lewat jalan-jalan kecil ditengah kampung dan juga persawahan, membuat kami terbebas dari kemacetan. Jam 21 sekian menit sampailah di bandara Juanda.

Pesawat masih jam 23.40. Jadilah menunggu dengan terkantuk-kantuk di Juanda.

Alhamdulillah pesawat tepat waktu, 23.40 terbang lah pesawat yang ku tumpangi menuju Makassar. Sampai Makassar aku tengok hampir jam dua dini hari. Pesawat selanjutnya menuju Ternate jam 04.50. Masih lama. Masuk ruang tunggu, alhamdulillah sepi, cari tempat duduk yang strategis lantas membaringkan tubuh. Mata sudah tak mau lagi di buka dan akhirnya zzzzz........

Lagi asyik-asyiknya tidur, tiba-tiba terbangun karena aku merasa ada yang bergetar di saku celanaku. Alarm teriak. rupanya sudah jam 04.30. Ruang tunggu dah ramai. Bergegas cari toilet untuk cuci muka dan membuang yang harus dibuang, lantas naik ke pesawat.

Sekitar jam 7 pagi, sampailah dibandara Sultan Babullah di Ternate. Cari kamar mandi, cuma ada satu kamar mandi ce, antriannya panjang pula. Berhubung niat mau mandi, aku cari tempat duduk dulu sambil nunggu antriannya habis. Sambil berharap tak ada lagi pesawat datang sehingga tidak menambah antrian ke kamar mandi.

Akhirnya antrian tinggal 1. Bergegas aku berdiri di belakangnya. Ikut ngantri dan akhirnya... byur...byur... Segernya sudah mandi dan ganti baju, meski agak terburu-buru karena ditengah-tengah asyik mandi ada yang ketok-ketok pintu. Tapi pas keluar kok ga ada orang. Hmm... mungkin males kali ya nungguin kelamaan.

Selanjutnya menempuh jalan darat ke pelabuhan Santiong. Naik mobil (klo orang sana bilang taksi), ongkosnya 50 ribu per orang. Sampai di Pelabuhan langsung disambut kuli angkut dan sopir speedboat. Langsung main angkut aja sementara aku masih bayar ongkos mobil. Alhasil lari-lari deh mengejar bawaan yang langsung dimasukkan speedboat. Masih kosong, belum ada penumpang. Kulinya minta 20 ribu. Karena merasa tak meminta jasanya,  aku tawar dan kasih 10 ribu aja. Dianya terima aja.

Selanjutnya tanya ama sopir speedboat (bener nggak ya sebutannya sopir?), berapa ongkos nyeberang ke Tidore. Katanya 10 ribu. Murah juga nih, pikirku. Jadilah aku dan temanku naik dan kami langsung berangkat. Sebelumnya deg deg an dulu pas mau naik, speedboatnya goyang-goyang kena ombak. Klo kepleset dan jatuh ke laut kan berabe.

Perjalanan dengan speedboat aman. Turun aku bayar 20 ribu untuk 2 orang. Tapi si bapaknya kok nggak segera pergi. Kurang katanya. Lho bukannya tadi bilangnya 10 ribu? 70 dia bilang. Jadi tadi aku salah denger.... ealah! What?! 70 ribu satu orang? Bukan, ternyata 70 ribu untuk satu speedboat.

Dari pelabuhan di Tidore ke LPMP kami naik ojek, ongkosnya cukup 5 ribu aja. Sampai sana sudah hampir jam 9. Dan yang membuat kami kecewa, ternyata disana mati lampu sejak semalam. Gimana kami bisa melaksanakan tugas yang harus dikerjakan disana klo mati lampu. Sambil menunggu dan berharap lampu hidup, kami diantar ke salah satu wisma yang ada di kompleks LPMP.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline