Naomi Adisty / Grace Rin
Berkolaborasi dengan Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D (Dosen Mata Kuliah Menulis Feature dan Editorial USU)
Medan, Indonesia. Pada masa sekarang, kebutuhan akan informasi menjadi hal yang penting dalam dinamika kehidupan. Terlebih lagi, berbagai saluran informasi seperti media massa, cetak, maupun internet yang kini mudah dijangkau khalayak untuk mendapatkan informasi. Terlebih lagi media massa yang hadir membawa peranan penting membawa informasi dari berbagai belahan dunia.
Namun, terlepas dari itu, media kini rentan terjerumus ke dalam hal kepentingan pribadi yang bersifat partisan menjadi agen propaganda pihak tertentu. Media yang dikenal sebaga penyaji infromasi maupun berita, semakin lama memudar dan berubah menjadi alat kepentingan jurnalis maupun pemilik dari sebuah media tersebut.
Independensi Media Mendekati Tahun Politik ditengah Konglomerasi Media
Independensi media saat ini tak hanya berada dalam posisi dilematis, namun juga tak mudah diaplikasikan. Menakar pada pengertian independensi media yang berarti memproduksi isi media tidak ada tekanan dari pihak lain. Sejalan juga dengan pernyataan ahli McQuail (1992) bahwa media berfungsi menyebarluaskan informasi kepada publik seharusnya bekerja berdasarkan prinip-prinsip kebebasan, kesetaraan, keberagaman, kebenaran, kualitas informasi, mempertimbangkan tatanan sosial dan solidaritas, serta akuntabilitas.
Terlebih lagi mendekati tahun politik maupun pemilihan umum, independensi media dan jurnalis Indonesia dipertanyakan sebab adanya keterlibatan pemilik perusahaan media tersebut kepada partai atau tokoh politik. Hal tersebut dipengaruhi dengan konglomerasi media, di mana saling bergabung menjadi perusahaan yang lebih besar hingga berkembang menjadi oligarki media dengan kepemilikan yang tumpang tindih. Bahkan, pemilik media tersebut juga bergabung ke partai politik.
Hal tersebut juga sejalan dengan Ignatius Haryanto selaku Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), bahwa konglomerasi media dapat mencengkram media massa yang bersikap independen.
"Akibat konglomerasi dan kekuasaan modal yang semakin tak tertahankan, keberadaan pemilik media massa di ruang redaksi mejadi sangat dominan. Mereka bahkan mampu mencengkram media massa, yang sebenarnya selama ini bersikap independen," ujar Ignatius Haryanto, dikutip dari Kompas.com
Tak jarang dijumpai unsur personalisasi dalam pemberitaan cukup bervariasi. Adapun isi berita tersebut menyangkut pemilik media maupun tokoh politik untuk menaikkan citranya. Dapat dilihat dari hasil penelitian Indeks Kemerdekaan Pers oleh Dewan Pers pada 2016-108 menunjukkan secara keseluruhan media di Indonesia secara keseluruhan belum independen. Ruang lingkup dari jurnalis dan redaksi media tersebut masih ada intervensi dari pemilik media, termasuk juga segi ekonomi di mana ketergantungan media terhadap pemerintah dalam pemasang iklan media.
Ditambah lagi, menurut Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sasmito Madrim, mengatakan bahwa kondisi kebebasan pers di Indonesia belum membaik dan mengingat masih adanya kasus kekerasan terhadap jurnalis.
"Belum ada perbaikan signifikan dari segi regulasi, ekonomi, kekerasan terhadap jurnalis, dan impunitas pelaku kekerasan," ucapnya.
Independensi dan Keamanan Jurnalis di Indonesia