Lihat ke Halaman Asli

Membangun Indonesia Lewat Pemimpin

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkadang dari kacamata awam diri inisangat yakin bahwa Indonesia akan dengan mudah untuk membangun dan berkembang menjadi Negara yang lebih baik (entah maju atau apa, tetapi lebih baik). Bayangkan, punya SDA melimpah sampai-sampai Negara lain banyak yang investasi dalam skala besar, punya SDM yg tidak bias dibilang kecil karena 230 juta manusia mengaku sebagai rakyat Indonesia, belum lagi kalau bisa memanfaatkan posisi geografis yang dikelilingi Negara potensial, analoginya seperti layaknya Tangerang , Bekasi dan Bogor yg memanfaatkan kota Jakarta sebagai pasar.

Apakah karena lemahnya teknologi, manajemen atau kurang pekanya kebijakan ? Sangat yakin pasti tidak, karena banyak ahli di posisi kunci seperti Menteri, DPR dan bahkan presiden sendiri adalah seorang Doktor, tetapi mengapa Indonesia tidak maju (maju) ?

Kami ingin hidup yang lebih nyaman, berkecukupan, aman, dan jauh dari pemandangan sengsara rakyat. Kami tidak ingin hidup nyaman sendirian, tetapi berbarengan meniti perbaikan kesejahteraan bersama seluruh rakyat. Jadikanlah pemandangan tentang orang miskin, orang minta minta di jalanan menjadi pemandangan yang lebih indah. Hanya itu sebenarnya permintaan orang awam. Tetapi mengapa para orang cerdik pandai Indonesia tidak mau merespon permintaan tadi ? Mengapa mereka yang miskin dibiarkan tetap miskin dan bahkan ditambah jumlahnya meskipun dimana-mana para pemimpin fasih mengatakan kata MDGs.

Ada pendapat umum bahwa yang bisa membawa satu Negara menjadi maju atau tidak, adalah pemimpinya. Pak SBY sebagai pemimpin kitalah dalam hal ini yang dapat dianalogkan disini. Nah, kalau sudah demikian halnya, pertanyaanya adalah apakah pak Sby sudah pada arah dan cara yang benar ? Mari kita tidak menilai benar salahnya, tetapi mari kita berandai-andai secara sederhana kalau kita menjadi pak SBY……….

Dengan kewenangan tertinggi, dapat dipastikan tidak akan ada yang salah bila pak SBY membuat desain manajemen pembangunan sendiri, tanpa harus terikat dengan yang sudah ada saat ini. Mengapa harus baru ? Ini dilakukan supaya kita tidak selalu terjebak dalam cara-cara sebelumnya yang nyata-nyata tidak pernah dapat memberikan hasil seperti yang dicitakan. Jadi, coba yang baru saja……

Ambil contoh, cara penganggaran pembangunan di daerah, prosedur dan format-formatnya sudah terlalu kaku, sehingga ujung-ujungnya hanya akan menghasilkan hal yang serupa dengan yang lalu lalu, tidak lebih. Seluruh mata anggaran harus terisi, sementara dana terbatas maka tidak akan ada kejelasan prioritas (yang sungguh sungguh diniati bersama). Dana akan terbagi relative rata agar dapat dirasakan buat semua. Ini sekedar contoh kecil, dan rasanya masih banyak lagi cara-cara lama yang perlu di imbuhi atau ditinggalkan diganti dengan yang baru. Kata popular saat ini “ cape deh, begitu melulu”.

Tidak mengajari tidak mendikte, cara baru yang dapat diambil untuk rencana satu tahun kedepan adalah :


  1. Dari pada ngomong MDG’s atau kemiskinan, langsung saja to the point, targetgroup apa yang akan dijadikan sasaran : orang miskin tidak punya pekerjaan, orang miskin yg punya pekerjaan atau yang mana ? Ini pak SBY harus menetapkan secara konkrit, jelas, dapat diukur dan mudah dilihat hasilnya (jangan berupa sasaran pertumbuhan sekian porsen….yang seperti ini juga membuat orang awam cape. Ini hanya untuk para ilmuwan).
  2. Kumpulkan semua kepala daerah mulai dari Gubernur, Bupati sampai Walikota bersama. Ini penting, karena setiap kata yang akan mereka keluarkan akan didengar dan direkam oleh kepala daerah lainya, kalau mungkin disiarkan lewat televisi biar rakyatnya juga mendengar. Terjadi mekanisme control melekat.
  3. Berikan kesempatan masing masing kepala daerah tersebut untuk membuat target atau janji untuk daerahnya masing-masing didepan forum. Tidak perlu diragukan apalagi di cemooh. Mereka adalah pimpinan daerah yang harus bertanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya, biarkan masing masing dari mereka membuat ‘janji birokrasi’ (bukan janji politik seperti masa kampanye).
  4. Janji birokrasi inilah yang akan menjadi alat ukur bagi pemerintah pusat (baca : Pak SBY) untuk mengevaluasi. Dalam hal ini pak SBY harus yakin, bahwa di tiap daerah sudah banyak ahli yang dapat mendukung janji birokrasi para kepala daerah tadi.
  5. Biarkan mereka menyusun strategi dan caranya sendiri-sendiri. Pak SBY tidak perlu meminta bantuan Menko Kesejahteraan untuk menyusun strateginya (ingat: ini cara baru, jangan kembali ke cara lama…tiap Menteri membuat panduan ini itu). Tugas Menteri hanyalah meng-asistensi tiap Kepala Daerah dengan strateginya masing-masing.
  6. Yang perlu dicatat : membangun kebijakan apapun, jangan ada niat lain dibaliknya.

Memang akan jadi pertanyaan, persoalan pembangunan lainya bagaimana ? Persoalan lainya tetap dapat dijalankan, tetapi semua energi atau strategi di sector pembangunan lainya harus mendukung tercapainya ‘janji birokrasi’ tadi TITIK. Tidak ada pertanyaan lain !! Begitu (harusnya) pak SBY menutup pidatonya………..

Kalau ada pembangunan infrastruktur yang tidak mendukung nyata tercapainya janji tadi, ya harus di tunda sampai ada dana untuk itu. Saat ini seluruh dana (karena terbatas) hanya di fokuskan untuk mewujudkan janji birokrasi tadi.

Kepala daerah yang tidak perform harus dapat di warning sedemikian rupa sehingga takut untuk dilengserkan.

Mestinya satu tahun kedepan kita akan melihat dengan nyata (bukan lewat laporan angka-angka) , bahwa tetangga kita yang dulunya ‘miskin’ sekarang sudah ‘lebih baik’.

Itulah rapot tiap kepala daerah. Tidak perlu mengikuti format LPKP –laporan pertanggungan jawab Kepala daerah yang ada saat ini.

Poin utama atau essensi dari kesemuanya diatas adalah satu kata BERANI dan berani dan mengapa takut kalau untuk kebenaran ?

Jangan menyepelekan kesederhanaan, karena sebetulnya tugas orang pandai hanyalah menyederhanakan hal hal tidak sederhana.

Teriring salam buat pak SBY dari warga Indonesia yang hanya mampu menonton alias tidak pernah mempunyai ruang untuk diperankan.

Wassalam

Guritno Soerjodibroto

Jl. Duta Darma VI-2

Pondok Hijau, Ciputat

Tangerang Selatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline