"Pagi itu kulihat Cantika tengah berada di perpustakaan. Namanya cantik, secantik orangnya. Aku menyukainya, masih sebatas suka saja. itu karena tertarik melihat gaya dan gerak-geriknya. Bagaimana dengan pandangannya tentang kehidupan? Wah...masih terlalu dini hal itu untuk diketahui. Lagipula, aku masih sebatas suka, belum jatuh cinta. Tapi, pagi ini ia berada di perpustakaan sendirian ditemani gawai-gawainya. Aku tak akan melewatkan kesempatan untuk mengajaknya berbincang.
"Kamu, mengapa sendirian terus?"tanyaku sambil berlagak memilih sebuah buku menuju kelompok buku filsafat. Sengaja kupilih buku lebih tebal daripada buku yang tengah dibacanya.
"Memang mengapa kalau sendirian?"sahutnya dengan nada ketus tanpa menoleh ke arahku. Tatapannya masih berada di buku yang dibacanya seolah kertas tersebut lebih tampan dariku. Huh! Aku sedikit kesal. Belum tahu ya, siapa aku? Aku adalah calon player dengan memanfaatkan aji mumpung. Mumpung banyak wanita akan kelabakan ketika dianggap tak laku-laku. Aku tentu saja tak akan melewatkan keberuntungan ini. Ada pendapat yang mengatakan bahwa memanfaatkan aji mumpung adalah raja tega, namun aku berpendapat lain. Jika hal itu memang privilege untukku, mengapa tidak dimanfaatkan? Akan halnya orang lain menderita karenanya, salah sendiri mengapa hidup di wilayah yang masih memanfaatkan privilege.
"Jangan selalu sendirian. itu tidak bagus bagi perempuan,"lanjutku sambil duduk di depannya menikmati komposisi wajahnya yang serasi antara bentuk mata, alis, hidung, bibir dan wajahnya. Semua terbingkai dengan manisnya dan enak dipandang, ditemani dengan gerai rambutnya yang sebahu. Ia tiba-tiba saja mendongak ke arahku yang seolah bengong menatap wajahnya.
"Mengapa menatapku segitunya."
"Kamu tampak sangat manis."
"Hmmm...tak ada orang jelek. Yang ada hanyalah orang yang menyebalkan karena ulahnya,"sahutnya sambil tetap menatap kembali halaman-halaman bukunya.
"Mengapa Kamu selalu sendirian?"kembali pertanyaanku kuulangi. Aku kesal juga melihat sikapnya yang sok cuek.
"Tidakkah Kamu kesepian?" lanjutku mencoba menarik perhatiannya.
"Buku-buku di sini belum tuntas kubaca. Bagaimana mungkin aku kesepian?"kilahnya.
"Tapi lain. Mereka tidak dapat bermesraan."