Bahwa novel Siti Nurbaya merupakan novel Angkatan Balai Pustaka yang diterbitkan tahun 1922 karya Marah Rusli, tentu bukan hal rahasia. Bahwa novel tersebut membahas cinta yang diberikan Samsul Bahri dan Datuk Meringgih kepada Sitti Nurbaya, juga bukan hal yang rahasia. Akan tetapi, samakah cinta yang diberikan Datuk Meringgih dengan cinta Samsulbahri kepada Sitti Nurbaya? Bagaimana cinta ala Datuk Meringgih?
Bahwa Sitti Nurbaya tidak mencintai Datuk Meringgih semua pembaca maupun pendengar tentu sudah tahu. Hal yang juga diperkuat kutipan-kutipan sebagai berikut.
"Aku tahu Nur, bahwa engkau tidak suka kepada Datuk Maringgih," kata ayahku pada malam itu kepadaku. "Pertama umurnya telah tua, kedua karena rupanya tak elok, ketiga karena tabiatnya yang keji" Selanjutnya sang ayah berkata, "Aku tahu hatimu pada Samsu dan hatinya kepadamu. Aku pun tiada lain, melainkan itulah yang aku cita-citakan dan kuharapkan siang dan malam, yakni akan melihat engkau duduk bersama-sama dengan Samsu kelak, karena ialah jodohmu yang sebanding dengan engkau...Nurbaya, sekali-kali aku tiada berniat, hendak memaksa engkau....(Rusli, 1922:137)
Cuplikan di atas memperlihatkan penderitaan ayah Siti Nurbaya, Baginda Sulaiman, saat meminta kesediaan anaknya untuk membantu keluarga mereka keluar dari cengkraman jahat Datuk Maringgih. Namun, akhirnya Nur bersedia menikah karena tidak tahan melihat sang ayah digiring oleh petugas Belanda. Hal itu bisa terlihat dari sebait cuplikan ini,
"...Tatkala kulihat ayahku akan dibawa ke dalam penjara, sebagai seorang penjahat yang bersalah besar, gelaplah mataku dan hilanglah pikiranku dan dengan tiada kuketahui, keluarlah aku, lalu berteriak, "Jangan dipenjarakan ayahku! Biarlah aku menjadi istri Datuk Maringgih!"..." (Rusli, 1922:139)
Pernikahan atas dasar berkorban kepada orangtua, dalam hal Sitti Nurbaya ia berkorban karena ayahnya berutang kepada Datuk Maringgih. Dalam tradisi patriarki, pengorbanan seorang anak perempuan untuk menikah tidak melulu karena ayahnya terlilit utang. Rasa malu memiliki anak yang telah cukup umur untuk dinikahkan pun dapat dianggap sebagai pengorbanan anak kepada orangtua, dan hal ini bukan masalah asing karena seringkali dijalani kaum perempuan dari masa ke masa.
Adakalanya mereka dapat bertahan sampai tua kendati merasa menderita dan harus membantu mencari nafkah pula. Adapula yang berusaha melepaskan diri seperti yang dilakukan Sitti Nurbaya setelah mengatakan bahwa utang ayahnya kepada Datuk Maringgih dianggap lunas setelah ayahnya meninggal dunia.
Datuk Meringgih tidak membiarkan Sitti Nurbaya terlepas begitu saja. Mengapa? Bukankah ia memiliki banyak isteri? Secara psikologis pun, seseorang yang merasa tidak lagi dicintai, tentu rasa cintanya menghilang, bukan malah memaksa seperti Datuk Maringgih. Cinta apakah yang dimiliki Datuk Meringgih? Cinta atau Obsesi?
Obsesi, menurut KBBI daring adalah gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan". Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM 5) yang dikutip dari Pinkan (2018), ilmu acuan psikologi dan psikiatri, di dalamnya terdapat gangguan obsesif-kompulsif, ditandai dengan pikiran, bayangan, dan dorongan melakukan suatu tindakan sehingga menimbulkan kecemasan, misalnya berkeinginan mengelilingi rumahnya sebelum bepergian. Keinginan yang mencemaskan jika tidak dipenuhi. Oleh karena itu, demi pereda kecemasan mereka pun berkompulsi yaitu melakukan tindakan berulang.
Demikian pula sesuai pendapat Pinkan (2017) kata obsesi dalam masalah ini dianggap sebagai gangguan, meskipun tidak ada "obsesi cinta" dalam dalam DSM 5. Namun, obsesi berkaitan dengan suka dan cinta dapat dianggap satu di antara ciri gangguan kepribadian borderline, erotomania atau delusi tentuang cinta atau gangguan pada attachment.