Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Sepuluh Tipe Kepribadian Sulit

Diperbarui: 22 Desember 2020   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Walaupun bukan bermaksud memberikan cara mengubah perilaku secara instan, melainkan merupakan solusi jangka panjang terhadap berbagai permasalahan manusia dalam menjalin hubungan, tulisan ini menarik juga untuk dibaca. Judulnya pun menarik yaitu Dealing with Difficult People.

Sebagai makhluk sosial,  kita memang harus selalu berinteraksi dengan sesama. Pada awal hubungan, jarang kita mengenali mereka. Bagaimanakah cara mereka dalam menghadapi masalah dan kesulitan akibat kelalaiannya? Bagaimanakah karakter dan komitmen mereka terhadap sebuah hubungan?

Pengenalan terhadap diri mereka akan berlangsung secara bertahap. Semula, hubungan terasa baik-baik saja, hingga pada suatu hari, tiba-tiba saja kita merasa tersandung akibat hubungan tersebut. Sandungan yang menyebabkan hubungan tidak lagi produktif dan sehat.

Nah,dari timbulnya masalah inilah bermula kita mengenal bahwa ada beberapa orang tertentu yang memang memiliki kepribadian sulit. Jika hal itu kita biarkan berlarut-larut, lama kelamaan bisa jadi, kita akan semakin bermasalah menghadapi mereka, bukan?

Oleh karena itu, pada awal tulisan ini, ada baiknya kita mengenal beberapa tipe kepribadian sulit sesuai dengan versi penulis buku berjudul Dealing with Difficult People, karya Dr. Rick Brinkman dan Dr. Rick Kirshner. 

Sebenarnya, kita tidak perlu merasa terbebani maupun terganggu dengan perilaku sulit mereka, demikianlan sepenggal pengantar buku itu. Kita bisa menjadi orang yang mudah mengerti mengapa mereka tumbuh menjadi manusia berkepribadian sulit? Dengan demikian, kita dapat mencoba menyesuaikan dalam arti mencoba mengubah sikap demi membuat masing-masing merasa nyaman.

Sesungguhnya, memang sangat sulit mencari alasan untuk menghindari orang-orang yang bagi kita, "berkepribadian sulit" tersebut. Mereka ada di sekitar kita dan bisa jadi, kita pun termasuk "berkepribadian sulit" bagi orang lain, tanpa kita sadari. 

Dengan demikian, yang kita lakukan memang bukan spontan menghindari, namun bisa mencoba memahami kemudian menolong, mendekati, barangkali masih bisa berkawan untuk hal-hal tertentu. 

Kecuali jika memang ia tidak dapat ditolong lagi karena semakin dicoba dipahami semakin manipulatif, tentu tidak ada salahnya jika kita ucapkan selamat tinggal. Bukankah menolong orang lain tidak berarti harus menghancurkan diri sendiri?

Dalam sebuah hubungan, agar berjalan lancar yang diperlukan memang adanya saling mengerti antara kedua belah pihak. Tatkala salah satu pihak, apalagi kedua belah pihak, sudah saling mengerti kelebihan dan kelemahan masing-masing, tentu untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak akan banyak ditemui kesulitan. Yang merepotkan adalah apabila kedua belah pihak atau salah satu pihak, tidak pernah mau mengerti kewajibannya,  namun tidak pernah lupa menuntut hak-haknya.

Komunikasi memang bisa diibaratkan dengan nomor telepon. Jika satu nomor saja terlupakan, tentu kita tak akan pernah bisa berkomunikasi karena dapat dipastikan tidak akan "nyambung", bukan? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline