Bagaimana kesan tentang Keenan? Mengapa ia tidak merespons ekspresi cinta Wanda? Apa yang kurang dari Wanda? Cantik, bertubuh manekin, anak orang kaya, dengan kesan berkelas pula. Bukankah bersama Wanda, ia akan bisa berlagak "menepuk dada" sekaligus "pamer" keberuntungan?
Akan tetapi, Keenan jauh dari karakter tersebut. Pamer dan menepuk dada, secara universal karakter tersebut memang tidak berterima dan Keenan sepertinya tidak ingin demikian.
Wanda kaya. Keenan bisa mengandalkan kekayaan Wanda untuk menumpang kemewahan. Ia pun bisa mengandalkan Wanda untuk sarana pamer. Akan tetapi, Keenan tidak melihat ketulusan Wanda.
Ia bisa merasakan perhatian Wanda kepadanya hanyalah sekadar penasaran bahkan ada kecenderungan untuk menguasainya, bukan cinta. Buktinya saat marah karena Keenan tak acuh kepadanya, Wanda bisa seenaknya berdansa dengan lelaki lain.
Secepat itukah mengalihkan hati yang luka? Haruskah luka dialihkan dengan menempel ke lelaki lain? Bagaimana jika yang ditempel menjadi "terbawa perasaan"?
Akan tetapi, hati Keenan sebening kaca. Ia menjalani hidup dengan kepolosan fitrah manusia. Begitulah hati manusia sesungguhnya. Ia memang belum mandiri sebagai pelukis, bahkan orangtuanya meremehkan cita-citanya.
Hobi yang dianggap tidak akan membuatnya kaya. Dalam proses menemukan jati diri, ia bertemu dengan Kugy yang juga bernasib sama. Sama-sama memiliki hobi yang dianggap tidak akan banyak menghasilkan uang.
Keenan pelukis sedangkan Kugy penulis dongeng. Keduanya saling menginspirasi dan optimis bahwa uang bisa dicari bergantung tempat dan situasi.
Suara-suara sekitar ditanggapi dengan kepasrahan tanpa keputusasaan. Suara hatilah yang mereka dengarkan, bahwa uang dan kesempatan dapat dicari di tempat lain.
Lukisan Keenan di Jakarta bisa saja tidak laku, tapi bagaimana jika dijual di Bali atau di tempat lain? Maka, mereka tidak mematikan hobi walaupun hobi tersebut diremehkan.
Mereka bahkan menekuni hobi dengan optimis, bahwa menjalani hidup bukan melulu bagaimana menghasilkan banyak uang, tapi bagaimana mereka bisa memanusiakan hati nurani?