Lihat ke Halaman Asli

Dalam Selubung Kabut (8)

Diperbarui: 13 Juli 2020   04:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Lelaki itu menoleh ke arah jendela. Dari situ terlihat isterinya yang tengah duduk di teras seorang diri. Kakinya diselonjorkan di meja kecil yang biasanya diletakkan bersebelahan dengan kursi yang sedang diduduki, manakala ingin selonjoran ia tinggal menariknya ke depannya.

Ia memang tidak dekat dengan ayahnya, malahan bisa dikatakan sangat jarang bertemu setelah ibunya membawanya pergi beserta hampir seluruh harta ayahnya. Ia pun tidak mengetahui bahwa sesungguhnya ayahnya merupakan teman baik ayah suaminya.

            Keduanya mengadu nasib dengan cara berwirausaha. Apapun yang terjadi, terlihat bahwa ayah si tuan putri lebih berhasil dalam mengais rezeki, berlainan dengan ayahnya yang seringkali mengalami pasang surut.

            Mereka bertetangga di kompleks perumahan. Walaupun rumahnya juga jarang ditempati karena pak Wira, dengan kebiasaannya berselingkuh membuatnya tumbuh sebagai pekerja keras atau pekerja kerasnya itulah yang membuatnya memiliki kebiasaan berselingkuh, yang pasti harta yang dibawa lari isterinya tidak meninggalkan bekas mendalam. Ia begitu cepat bangkit kemudian membangun kerajaan bisnisnya kembali, berlawanan dengan ayahnya kendati mereka berteman.

            Oleh karena mereka berteman dan bertetangga, setiap menengok rumahnya yang ditempati entah isterinya yang keberapa, beliau selalu bertemu dan berbincang dengan ayahnya. Pada saat itulah, pak Wira selalu teringat anak perempuannya yang dibawa lari isterinya, karena bulan dan tahun kelahiran keduanya beriringan.

     "Kamu kelas berapa Boy?"

     "Saya sudah kuliah Oom. Semester  ketiga."

     "Tania tentu juga sudah kuliah nih," kata pak Wira menoleh ke ayahnya, yang ditanggapi ayahnya dengan anggukan.

     "Kamu tidak pernah menemuinya?"

     "Ibunya selalu melarangku,"keluhnya sambil menggaruk rambutnya,"Imejku tentu sangat jelek di depan anak perempuanku itu."

     "Anak lelakimu, si Rendy itu kabarnya nakal banget. Ulahnya selalu jahil. Selalu bikin onar dan biang tawuran."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline