Banyak satria yang datang untuk mengikuti sayembara. Akan tetapi mereka dapat dikalahkan oleh Jambulmangli yang juga menaruh hati kepada sepupunya itu sehingga ia menantang mengalahkannya terlebih dahulu untuk dapat bertemu dengan Dewi Sukesi. Manakala sayembara sudah berjalan beberapa lama dan akan ditutup, raja Alengka itu kedatangan tamu, seorang sahabat lama sang prabu.
Tamu itu adalah Begawan Wisrawa, pertapa dari Negeri Lokapala. Begawan Wisrawa datang ke Alengka, memang dengan niat melamar putri tersebut untuk dijodohkan dengan anaknya, Prabu Danaraja, raja Kerajaan Lokapala. Wisrawa disambut ramah. Mereka bersahabat sejak muda, meskipun Wisrawa berwujud manusia tampan terlebih dalam menjalani Sastra Jendra yang memang sudah sempurna, sedangkan satunya berwujud raksasa kendati puterinya seorang gadis jelita.
Wisrawa menyampaikan maksud kedatangannya untuk mengikuti sayembara. Sebagai mantan raja dan berpengetahuan luas pula, ia memang sangat menguasai ilmu tersebut.
Akan tetapi, ada larangan tidak tertulis dari para dewa, bahwa siapapun yang mengajarkan ilmu itu harus bersih hatinya. Jika tidak, maka bencana besar akan menghampiri mereka, karena Sastra Jendra adalah ilmu yang tidak boleh diketahui sembarang orang terutama yang belum sanggup menjalaninya. Lain halnya jika telah sanggup memahami serta menjalaninya, pelaku tentu akan memahami rahasia alam semesta dan seluruh kehidupan di dalamnya.
Oleh karena cemas diketahui dan didengar orang lain, ia berniat mengajarkan ilmu tersebut kepada Dewi Sukesi pada malam hari dengan dalih takut kutukan dewa. Dari sinilah masalah bermula. Prabu Sumali senang Wisrawa, kakak seperguruannya, datang melamar anak gadisnya untuk puteranya. Dengan rasa percaya penuh akan keluhuran budi dan kebersihan hati sang kakak seperguruan, Sumali mengizinkan Sukesi pergi berdua saja dengan Wisrawa ke Taman Argasoka, tempat terpencil dan sepi.
Kecemasan mereka bahwa penyampaian ilmu tersebut akan didengar oleh makhluk lain, terbukti pula. Sukasa, adik Dewi Sukesi mencuri dengar penyampaian ilmu tersebut. Alhasil, Sukasa yang belum memiliki persiapan nurani yang bersih, belum sanggup mencerna, ilmu yang diperolehnya malah membuatnya berubah menjadi raksasa.
Begitu mendengar informasi bahwa Wisrawa akan mengajarkan ilmu tersebut kepada Dewi Sukesi, para dewa tentu saja tidak berkenan. Batara Guru dari kahyangan Junggringsaloka turun ke bumi diiringi permaisurinya, Dewi Uma, untuk menghalangi niat keduanya. Batari Uma menyusup masuk ke raga Sukesi, sedangkan Batara Guru menyusup ke dalam raga Wisrawa.
Sukesi yang sejak awal hanya mau diperisteri laki laki yang mampu menjelaskan Sastra Jendra, semakin terpesona kepada Wisrawa. Bahkan ia mengatakan keberatan dijodohkan dengan puteranya karena tidak datang untuk mengajarkan Sastra Jendra kepadanya. Ia tetap menolak dijodohkan dengan Danaraja dan tetap bersikukuh memilih Wisrawa. Wisrawa yang kuat iman dan tinggi pekertinya semula menolak sambil mengingatkan Sukesi bahwa dirinya hanyalah pengemban ilmu Sastra Jendra sekaligus utusan yang mencarikan jodoh untuk anaknya yang juga tampan, Raja Danaraja.
Akan tetapi, dalam kondisi berdua saja antara lelaki dan perempuan yang semula sudah merasakan ketertarikan, ditambah kehadiran Batara Guru dan Dewi Uma yang merasuki tubuh keduanya, diperparah dengan keisengan setan yang selalu mengganggu jika melihat dua insan berlawanan jenis hanya berdua-duaan di tempat gelap, maka lenyaplah segala macam pertimbangan tentang kebaikan, keburukan, yang salah maupun yang benar.
Yang tersisa dan menyelubungi kemudian hanyalah nafsu. Dewi Sukesi pun hamil. Anehnya, yang dilahirkannya adalah seonggok daging besar yang kemudian terbelah menjadi empat setelah Wisrawa berdoa. Ternyata dari keempat potongan daging tersebut potongan pertama berwujud raksasa. Ia mewakili simbol nafsu amarah yang di dalamnya terselip kejahatan dan kesewenang-wenangan. Ia diberi nama Rahwana.
Potongan daging kedua berwujud raksasa lagi, mewakili nafsu aluamah. Pekerjaannya hanya bermalasan, makan dan tidur, namun berbudi luhur. Raksasa sebesar gunung anakan namun sangat sakti tersebut dinamai Kumbakarna. Kelak, nasibnya seburuk nasib Jambulwangi yang dimutilasi oleh Wisrawa.