Lihat ke Halaman Asli

Materialisme dan Kebahagiaan

Diperbarui: 11 Juni 2020   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Materialisme dan Kebahagiaan

oleh Kinanthi (Nanik Wijayanti)

Di sudut rak buku, ada sebuah judul yang menarik mata untuk mendekat. Judul buku tersebut adalah Meraih Kebahagiaan. Bahagia? Sebuah kata sifat yang sering diburu manusia manakala mereka dipercaya menapaki hidup di bumi, kendati menyadari tak kan abadi, namun demi waktu yang sempit ini, izinkanlah aku merasa terguyur kata bahagia, wahai Sang Pencipta. Demikianlah jerit hati sekian umat manusia, termasuk saya.

Masih membuka secara acak buku tersebut, ada subjudul yang yang menarik pula untuk membuatku terpaku barang sejenak, yaitu materialisme dan kebahagiaan. Dari subjudul tersebut terdapat tulisan berwujud pertanyaan, apakah yang menghalangi Anda untuk memperoleh kehidupan yang baik? Tentu akan dijawab uang. Demikian pula manakala ada pertanyaan apakah yang akan meningkatkan kualitas hidup anda, jawabannya pun tak jauh dari kata uang yaitu dana. 

Di dalam buku tersebut pun dikatakan bahwa orang yang meletakkan uang di atas segalanya adalah penganut faham materialisme ( Rakhmat, 2004:169). Jika kita bertanya kepada para mahasiswa alasan mereka memasuki perguruan tinggi, lalu dijawab bahwa mereka ingin memperoleh pekerjaan yang banyak menghasilkan uang, maka mereka dapat disebut materialistis. Lain halnya jika pertanyaan tersebut dijawab bahwa mereka ingin mengembangkan kemampuan sesuai dengan bakat, atau ingin mengembangkan falsafah kehidupan yang berarti.

Selanjutnya, Richins dan Dawson (dalam Rakhmat, 2004:170) mengukur materialisme dengan 18 pertanyaan. Tes tersebut dapat menunjukkan seberapa tingkat materialistis seseorang. Temuan para peneliti sangat menarik karena:

1. semakin materialistis seseorang, semakin tidak puas denga standar hidupnya, makin berkurang kesenangannya, makin tidak puas dengan sahabat-sahabatnya, makin tidak hangat dalam hubungan keluarganya, 

2. orang yang meletakkan uang sebagai tujuan hidupnya akan lebih mudah menderita depresi dan kecemasan, 

3. orang yang suka membelanjakan uang untuk hal tidak perlu biasanya sulit mendanai perjamuan untuk tamu, menolong, atau melakukan kegiatan sosial, 

4. orang materialistis biasanya sedikit kawan, karena pencarian kebahagiaan bertumpu pada materi, bukan persahabatan/ persaudaraan,

5. kekayaan datang dari luar diri kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline