Lihat ke Halaman Asli

Nanik Rahma

Mahasiswa

Lestari Seni dan Budaya : Hidup Rukun dalam Kebersamaan

Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fotografer : Mustajibillah  (Dokpri)

Sampurasun

Padepokan Tapak Sakti menyelenggarakan kegiatan "Lestari Seni dan Budaya" bertajuk "Runtut Raut Sauyunan" pada Jum'at- Sabtu, 2-3/08. Acara ini bertempat di Lapangan Samudra tepatnya di Desa Jalaksana,Kecamatan Jalaksana,Kuningan. Seiring dengan perkembangan zaman modern warisan seni budaya terancam akan padam. Maka,perlu dikenalkan kembali dan dilestarikan bersama untuk membina kerukunan masyarakat.

Abah Rosid selaku Ketua Panitia memaparkan di zaman sekarang orang hanya berbeda pendapat bisa menimbulkan musibah,disini meskipun kita berbeda padepokan,berbeda bendera,kita tetap satu wadah.

"Budaya kudu hiji! (harus satu)! budaya kudu nanjer! (harus tegak)! wadah simbolna naon ? (simbolnya apa?),Runtut Raut Sauyunan (hidup rukun dalam kebersamaan)," tegas Abah Rosid.

Ia mengajak kepada seluruh masyarakat untuk bersama melestarikan budaya dan mengurangi pertengkaran karena kita satu budaya. Kemudian kembali menerapkan sikap asah,asih dan asuh pada diri,keluarga,dan masyarakat.

"Terapkeun (terapkan) ke diri kahidupan urang (kehidupan kita) asah(mengingatkan),asih(mengasihi),asuh(membimbing) na urang (kepada kita)," imbuhnya.

Juhana, selaku Kepala Desa Jalaksana menuturkan bahwa kegiatan pagelaran ini selain sebagai hiburan juga menjadi wadah edukasi bagi masyarakat tentang budaya warisan leluhur. Penampilan-penampilan dari padepokan sebagai bentuk contoh untuk kembali menghidupkan budaya yang hampir terkubur.

"Salah sawios (salah satunya) edukasi ke masyarakat sehingga urang teh tahu (kita tuh tahu ) warisan leluhur urang (kita)," tutur Juhana.

Ia menambahkan warisan budaya leluhur ini jangan hanya penampilan -penampilan tapi juga harus tercatat dan diakui. Sehingga budaya di Kuningan Jawa Barat ini tidak diambil oleh daerah asing.

" Tahun ka (ke) tahun upami (jika) hanya pagelaran tak tercatat,kadang-kadang dicaplok kudeungen-deungeun (diambil budaya asing). Kumargi (karena) itu ada dua hal,kahiji (pertama) tampil kadua (kedua) tercatat melalui sejarah,"tambahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline