Lihat ke Halaman Asli

nanik kartika

menulislah, maka engkau ada!

Selamat Jalan Wahai Pemilik Luka yang Tak Biasa

Diperbarui: 7 Mei 2020   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bahwa sesungguhnya, agama apapun mengajarkan kepada kita semua tentang kebaikan. Kita semua pasti sepakat tentang hal ini. Apabila ada seseorang sudah berbuat baik, apalagi yang perlu kita pertanyakan? Tidak ada kan? Sebagai sesama manusia, yang harus saling menghormati satu sama lain, saya tak perlu bertanya-tanya jauh tentang seseorang yang sudah baik tersebut. Lalu, bagaimana dengan seseorang yang menurutku tidak baik atau kurang baik? Itupun bukan ranah saya untuk menghakimi dia.

Seperti almarhum Mas Didi Kempot. Menurut saya, beliau sudah begitu baik mengisi dan menyelesaikan hidupnya. Apabila ada kekurangan di sana-sini, itu wajarlah. Namanya juga manusia tak ada yang sempurna.

Sosoknya bisa jadi sebagai seniman. Namun perjalanan hidup yang beliau jalani, seperti laku tirakat yang elok. Seperti fase-fase perjalanan mendalami agama.

Saat beliau bukan sebagai siapa-siapa, hanya sebagai seniman jalanan atau kelompok musisi trotoar (Kempot), beliau tak pernah mengeluh. Dia memiliki keyakinan yang istiqomah, bahwa ulat pasti bisa menjadi kupu-kupu.

Berpuluh tahun, Mas Didi menjalani profesinya sebagai seniman sebagaimana seniman pada hakekatnya, tak mudah menyerah.

Seperti kata pepatah, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Mas Didi sudah khatam menjalani rasa sakit yang tak terperi. Toh dia tetap tegar!

Ketika berada di puncak, bukan sikap jumawa yang dia tunjukkan. Adik kandung pelawak Mamik Prakosa itu seolah merasa sedang tak berada di atas angin. Padahal semua orang sangat mengidolakan dia.

Pada perjalanan hidup Mas Didi Kempot, ada luka yang tak biasa. Kenapa tak biasa? Iya, di dunia ini banyak orang terluka dan ujung-ujungnya merana tak berkesudahan. Berbeda dengan Mas Didik Prasetyo ini. Ia mampu mengubah airmata menjadi canda, menjadi nada, menjadi lyric lagu, menjadi irama, menjadi penyemangat, menjadi pemersatu dan menjadi panutan! Luar biasa!

Hanya seniman berjiwa besarlah yang mampu melakukan semua itu dengan begitu baik. Selamat jalan Sang Maestro! Selamat jalan Sang Legenda! Selamat jalan wahai pemilik luka yang tak biasa! (catatan ringan NKRi)   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline