Lihat ke Halaman Asli

nanik kartika

menulislah, maka engkau ada!

Ini tentang Siapa Menilai Siapa

Diperbarui: 7 Mei 2020   03:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dok. Pribadi

Pekerjaan paling enak adalah menilai atau mengamati alias pengamat. Pengamat yang tidak dibayar maksud saya alias bukan profesional. Terlepas dari itu, apakah para pengamat yang ngakunya profesional tersebut benar-benar profesional? 

Tergantung siapa yang menilai. Bagi yang suka, akan menyebutnya bagus, sangat profesional dengan analisanya yang cerdas! Bagi yang nggak suka? Mbelgedhes, kurang lebih begitulah tanggapannya. Namanya juga nggak suka kok, hehehe...!

Sekarang saya mau Tanya, apa sih keuntungannya menilai orang lain? Menilai dan mengakui kelebihan orang lain sih nggak masalah. Lha ini menilai kekurangan orang lain. Bagaimana sih? Kapan habisnya? Hehehehe...

Rasan-rasan atau menilai orang lain itu, katanya mengasyikkan. Eh, siapa bilang asyik? Sama sekali nggak asyik kok, kayak ada pahit-pahitnya gitu di hati. Percayalah, sama sekali nggak asyik.

Saya dulu suka banget membicarakan kekurangan teman. Beginilah, begitulah. Tapi lama-lama sebagai makhluk sosial yang katanya homo sapien, lama-lama kok risih sendiri. Mosok sih saya nggak punya kerjaan lain selain ngrasani orang? Kapan nih ngrasani diri sendiri?

Apalagi saat Guru saya ngendiko, jangan membenci orang yang sedang berbuat tidak baik. Siapa tahu suatu hari nanti, dia yang kita benci, justru berubah menjadi orang baik. Dan saya yang sedang membenci, justru menjadi tidak baik.

Dari nasehat Guru tersebut, saya menangkap : jangan mengisi hati dengan kebencian. Titik.

Tapi saya nawar (namanya juga ngeyel), kalau jengkel-jengkel sedikit, boleh kan, Guru?

Berpegang teguh pada nasehat Guru saya tersebut, saya sekarang cuek bebek. Saya tak lagi hirau dengan kekurangan orang lain.

Misal begini, di tengah pandemi seperti saat ini, banyak muncul orang-orang baik yang suka memberi. Entah itu teman saya sendiri tanpa embel-embel politik ataupun pejabat, ataupun politikus. Entah itu komunitas yang membawa bendera tertentu, atau apapunlah.

Di saat hiruk pikuk banyak pemberi yang dijadikan ajang selfi, sayapun no koment. Sehingga memicu teman saya untuk bertanya kepadaku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline