Lihat ke Halaman Asli

NaBe

Sedang doyan berfikir aneh

Tetap Kaya Saat Krisis Ekonomi

Diperbarui: 10 Juni 2020   05:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

fotografer yunandri agus

Saat tahun dua ribu sembilan belas banyak pakar ekonomi dalam dan luar negeri meramalkan bahwa pada tahun dua ribu dua puluh akan terjadi krisis ekonomi global.

Krisis yang terjadi di tahun dua ribu dua puluh ini di akibatkan oleh perang dagang antara negara Republik Rakyat Cina dan negara Amerika serikat.

Namun ramalan tersebut sedikit meleset karena krisis ekonomi global yang terjadi bukan berasal dari perang dagang tapi bermula dari penyebaran wabah covid19.

Satu-persatu negara yang terkena wabah terkutuk itu mulai merasakan berkurangnya saldo nasional. Akibat corona, banyak pabrik dan perkantoran tutup. Akibatnya terjadilah perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Perputaran roda ekonomi bertambah lambat saat sektor non formal seperti usaha kecil menengah terkena imbas dari peraturan pemerintah yang melakukan karantina wilayah.

Hampir setiap negara mempunyai kondisi seragam yaitu meledaknya jumlah pengangguran dan meningkatnya data orang miskin. Kebijakan pemerintah ini harus di terima rakyat dengan rasa terpaksa agar penularan virus terkutuk tersebut bisa berhenti sehingga jumlah korban tidak bertambah.

Sayangnya tidak semua warga mampu bersabar menerima cobaan yang terlalu berat ini, mengingat perut lapar harus di isi. Akhirnya ada gerakkan yang menolak terjadinya lockdown.

Gelombang penolakan lockdown terjadi hampir di setiap negara. Beberapa penduduk membawa senjata api saat unjuk rasa di jalanan seperti yang terjadi di negara bagian Amerika serikat.

Bukannya rakyat menolak mentah-mentah kebijakan politik pemerintah namun dunia maya memang berbeda dengan dunia nyata. Walaupun karantina wilayah terjadi tapi tidak semua rakyat bernasib sama dengan pemimpin daerah yang sudah pasti terjamin fasilitas hidupnya.

Perut lapar dan rasa terkungkung bagaikan burung perkutut di sangkar emas adalah suatu keadaan yang tidak cocok bagi insan merdeka seperti manusia.

Karena kondisi seperti itulah maka banyak warga yang nekat membuka tokonya walau tahu bahwa bencana covid19 selalu mengintai mereka. Banyak kebutuhan primer dan sekunder yang harus beres sebelum keadaan ekonomi bertambah parah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline