Lihat ke Halaman Asli

Partai vs Media

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama-tama saya ucapkan selamat kepada Pak Jokowi yang hari ini dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2012 – 2017. Semoga Pak Gubernur bisa mengurai benang kusut permasalahan DKI hingga tuntas sampai ke akarnya. Mengapa Jokowi bisa mengalahkan Foke yang notabene didukung oleh berbagai partai besar nasional? Sebagian dari anda mungkin menganggap bahwa kharisma dan curriculum vitae Jokowi sebagai walikota Solo adalah poin penting yang menyebabkan masyarakat Jakarta memilihnya. Itu benar. Tapi bagaimana semua orang bisa mengetahui prestasinya selama di Solo? Apakah ia menuliskan prestasinya itu pada selembar kertas, mengcopy-nya dan menempelkannya di berbagai tempat? Tentunya tidak. Ada satu pihak yang selama ini ikut membantu membangun kharisma-nya. Pihak itu adalah media. Hasil pertarungan antara Foke dan Jokowi membuktikan bahwa media memiliki kekuatan yang lebih besar daripada partai politik. Tim sukses Foke memang juga menggunakan media untuk mempopulerkan Foke, tetapi kontennya tentu sudah diatur terlebih dahulu oleh tim sukses tersebut. Hal yang sama juga dilakukan oleh tim sukses Jokowi. Perbedaannya adalah, pihak media sendiri juga melakukan kampanye untuk Jokowi yang isinya tidak diatur oleh siapapun selain editor mereka sendiri. Mereka menyampaikan sepak terjang Jokowi yang memang mengagumkan selama memimpin Solo secara rutin, bahkan sebelum Jokowi mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI. Mengapa media begitu baik kepada Jokowi? Apakah media itu adalah kaum idealis yang bertindak tanpa pamrih apapun? Kita tahu bahwa partai itu memiliki agenda politik. Setiap tindakan yang dilakukan oleh partai, harus mendapatkan keuntungan politik. Bagaimana dengan media? Tentunya media juga memiliki agendanya sendiri. Tidak mungkin mereka bekerja tanpa pamrih (there’s no such thing as a free lunch). 

:)

Lantas apa agenda dari para awak media ini? Kita mengenalnya dengan istilah ‘rating’ untuk media elektronik, dan ‘oplah’ untuk media cetak. Biar bagaimanapun, media adalah bisnis. Rating dan oplah yang tinggi sangat penting untuk mendatangkan iklan. Menceritakan kisah heroik seseorang tentu akan menarik jumlah pembaca dan pemirsa yang besar. Everybody loves hero, dan media sadar akan hal itu. Satu artikel atau satu segmen berita saja tidak cukup untuk menyampaikan kisah kepahlawanan seseorang, maka media akan menyampaikan beritanya secara rutin setiap hari. Pemirsa sudah tentu menyukainya dan akan selalu mendatangi media tersebut untuk mendapatkan update terbaru. Itulah yang terjadi pada Jokowi. Ia diuntungkan oleh media dan media juga diuntungkan olehnya. Kita tahu bahwa sejumlah pemilik media adalah tokoh penting pada sejumlah partai besar yang mendukung Foke. Tetapi mereka tidak bisa mengendalikan arah tujuan media mereka sendiri seperti yang mereka mau, karena media memiliki kode etik dan agenda mereka sendiri. Jika sang pemilik memaksakan arah tujuannya, kredibilitas media tersebut tentunya akan hancur. Buat para calon presiden 2014, kalau anda ingin terpilih, dapatkanlah perhatian dari media. Bagaimana caranya? Lakukanlah apa yang anda bisa untuk kepentingan rakyat. Jadilah pahlawan yang dicintai. Jangan hanya bicara dan promosi sana sini. Media dan rakyat bisa melihat perbedaan antara pahlawan sejati dan pahlawan tebar pesona. Untuk Pak Jokowi; Selamat bekerja, Pak Gubernur………. 

:D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline