Lihat ke Halaman Asli

Lembaga Sensor Film dan Lembaga Klasifikasi Film

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lembaga Sensor Film dan Lembaga Klasifikasi Film. Sebuah film di bioskop atau yang akan tayang di stasiun Televisi tentunya harus melewati seleksi untuk menilai apakah film itu layak untuk di tayangkan. Setiap negara pasti melakukan hal semacam itu untuk menjaga kualitas film. Lembaga Sensor Film dan Lembaga Klasifikasi  Film, lembaga itulah yang bertugas untuk menyeleksi film layak ditayangkan atau tidak. Dua Lembaga ini meskipun serupa tapi tak sama, ada perbedaan antara dua lembaga ini.

Di negara-negara barat, contohnya Amerika, mereka menggunakan Lembaga Klasifikasi Film untuk menyeleksi program acara/film yang akan tayang. Lembaga ini mempunyai tugas untuk menyeleksi program acara/film sesuai umur pemirsanya dengan kriteria :

G untuk General alias semua umur.

PG untuk Parental Guidance alias bimbingan orang tua.

PG-13 untuk bimbingan orang tua bagi anak yang usianya di bawah 13 tahun.

NC-17 untuk 17+, tidak diperuntunkan untuk yang berusia dibawah 17 tahun.

R atau Restricted yang diperuntunkan untuk usia 17+, untuk yang berusia dibawah 17 tahun harus dengan bimbingan orang tua.

Lembaga klasifikasi ini tidak mengeluarkan Surat Tanda Lulus Sensor. Mereka hanya mengklasifikasi film berdasarkan materi dan unsur-unsur lain dalam film, sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan usia pemirsanya.Jadi jelas, program film itu dilihat untuk pemirsa berumur berapa. Lembaga penyeleksi semacam ini harus melibatkan semua lapisan secara aktif mulai dari Pemerintah, Pembuat film, artis, dan pihak penyelenggara tempat film itu di tayangkan. Misalnya saat seseorang melihat film di bioskop dengan Kriteria R (Restricted) maka petugas bioskop pun akan menanyakan identitas anda sebagai bukti bahwa umur anda memang memenuhi syarat untuk melihat film berkriteria Restriced tersebut.

Di Indonesia sendiri, menurut Undang-Undang terbaru yang berlaku, tugas dan wewenang untuk menyeleksi film yang akan tayang adalah Lembaga Sensor Film. Lembaga ini mempunyai wewenang penuh untuk menilai program acara atau film bisa ditayangkan atau tidak termasuk mengklasifikasikan jenis film berdasarkan usia pemirsa. Mereka mengeluarkan Surat Tanda Lulus Sensor untuk sebuah film yang layak ditayangkan. Jadi bisa dong misalnya produser sudah membuat film yang menghabiskan dana milyaran rupiah, karena tidak memperoleh Surat Tanda Lulus Sensor dari Lembaga Sensor Film, filmya tidak bisa ditayangkan? Sangat bisa, dan di Indonesia hal semacam ini sudah terjadi. Memang Lembaga Sensor Film di Indonesia dipandang sebagai pengadilan terakhir dalam pembuatan film. Banyak insan perfilman di Indonesia yang mengharapkan Lembaga Sensor Film ini diganti dengan Lembaga Klasifikasi Film agar mereka bisa menuangkan kreativitas dan mengangkat kreasi seoptimal mungkin. Tentunya Lembaga Klsifikasi film dan Lembaga Sensor Film mempunyai dampak positif dan negatif masing-masing. Dengan Lembaga Klasifikasi Film memang insan perfilman bisa menuangkan ide dan kreativitasnya lebih bebas. Sederhananya saja, misalnya dalam film tersebut ada adegan “ciuman bibir” adegan itu tetap ada, tetapi film di kategorikan sebagai Restriced. Dampak negatifnya, di Indonesia masih memegang teguh adat budaya timur, sehingga adegan diatas dianggap sebagai hal yang tabu. Sebaliknya dengan Lembaga Sensor Film agak mengekang kebebasan ide dan kreativitas pembuat film tetapi adat dan budaya timur yang dipegang teguh bangsa Indonesia bisa dijaga.

www.ruangnulisnando.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline