Lihat ke Halaman Asli

Nanda Sekar Ayu Alifah

Sastra Indonesia, Universitas Indonesia

Pencak Silat Kelabang Liar di Klender Menjadi Jejak Langkah Menyusuri Sejarah

Diperbarui: 14 Januari 2024   18:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kelabang Liar merupakan sebuah padepokan silat yang telah berdiri selama sembilan tahun, awalnya memiliki kondisi yang memprihatinkan dengan bangunan yang tidak memadai. Meskipun sudah berdiri selama enam tahun, padepokan ini berhasil bertahan dan tumbuh menjadi tempat berkumpulnya 42 anggota tim bocil yang mayoritas berusia antara SMP kelas 1-3. Kegiatan rutin pada malam minggu tetap menjadi momen berharga bagi anggota tim. Perlu dicatat bahwa kegiatan di padepokan tidak hanya berfokus pada silat, melainkan juga mencakup aktivitas taman baca yang telah aktif selama dua tahun.

Padepokan ini didirikan pada tanggal 21 Desember 2012, memiliki proses belajar yang terstruktur dengan tahapan belajar duduk selama empat tahun. Meskipun awalnya bangunan padepokan hampir saja dibongkar, namun karena menjadi wadah yang positif, rencana tersebut akhirnya tidak terlaksana.

Perbedaan Kelabang Liar dengan padepokan lainnya dapat terlihat dari perkembangannya yang pesat. Padepokan ini memiliki 16 jurus kelabang yang menjadi ciri khasnya. Uniknya, ada beberapa cabang kelabang liar, tetapi padepokannya hanya terdapat di Pulo Kambing. Meski belum mengikuti kejuaraan karena tidak dibawahi oleh dinas pariwisata dan budaya, Kelabang Liar memiliki sekitar 100 anggota dari berbagai wilayah. Gerakan khas seperti langkah yang menyerupai kelabang dan hentakan yang menjadi ciri khasnya membedakannya dari padepokan silat lainnya.

Selama ini, Kelabang Liar masih mempertahankan tradisi silat dengan cara yang unik. Perbedaan antara perempuan dan laki-laki tampak pada jurus selendang yang identik dengan kelembutan perempuan. Abeh Lamsani, sebagai pengajar utama dan abang senior yang kini berusia 70-an tahun telah mengajarkan silat dengan penuh dedikasi.

Bagi yang berminat mendaftar, prosedur pendaftaran dilengkapi dengan formulir, dan setelah lulus, terdapat persyaratan seperti memiliki kembang 7 rupa. Selain itu, ada pembedaan antara pengajar (ayah/abang senior) dan pembelajar yang terlihat dari sabuk yang mereka kenakan.

Kelabang Liar tidak hanya dikenal melalui seni bela diri, tetapi juga melalui kuliner khas Betawi, yaitu Gudel Gupak yang selalu disediakan setiap ada acara. Nama "Kelabang" diambil karena gerakannya mencerminkan dasar-dasar seperti duduk, diri, langkah, dan gerakan yang menyerupai kelabang. Ke-liar-an padepokan ini tercermin dari gerakannya yang bebas mengikuti arah mana pun.

Abeh Afrizal, selain mengajar di Pulo Kambing, juga telah membawa ilmu silatnya ke berbagai tempat seperti Bulak, Rawa Gadung, dan tempat lainnya. Aliran Cimande yang diterapkan di padepokan ini pun menjadi bagian penting dari warisan silat yang dididik oleh Abeh Afrizal yang juga memiliki guru dari aliran Cimande.

Semboyan Kelabang Liar Pulo Kambing adalah "Sholat, Sholawat, Silat" mencerminkan nilai-nilai keagamaan, kebersamaan, dan bela diri yang melekat pada identitas padepokan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline