Lihat ke Halaman Asli

Nanda Raudatul Jannah

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Mataram

Nepotisme dan Politik Dinasti: Kontroversi Pemilu 2024

Diperbarui: 26 November 2023   19:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dunia politik mulai memanas mengingat semakin dekat dengan pemilu, banyak sekali konflik serta hal-hal yang tak terduga terjadi, beberapa waktu lalu masyarakat dikejutkan oleh tindakan politik yang dilakukan oleh salah satu anak Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep yang bergabung dan tak butuh waktu lama langsung menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tanpa pernah ada rekap jejak politik sebelumnya. Kaesang dikatakan memasuki dunia politik karena mengikuti jejak ayahnya, kakaknya Gibran Rakabuming Raka dan iparnya Muhammad Boby Alif Nasution hal ini juga terlihat ada upaya nepotisme dan dinasti politik.

Politik dinasti merupakan suatu istilah yang diberikan untuk menggambarkan sebuah kekuasaan politik yang dilakukan oleh sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga. Dinasti politik sangat berkaitan dengan kerajaan, karena kekuasaan akan diwariskan secara turun temurun kepada keluarga dari ayah kepada anaknya, agar kekuasaan akan tetap di kuasai lingkungan keluarga.

Seiring berjalannya waktu dunia politik kembali memanas dengan munculnya tiga capres yang akan digadang-gadang akan mencalonkan diri diantaranya ada Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Kemudian di media sosial tersebar wacana duet Prabowo dan Gibran yang menjadi perbincangan hangat oleh warganet. Gibran saat itu juga memberikan tanggapan terkait isu Prabowo dan dirinya yang disandingkan beredar dengan membalasnya lewat meme. Meme bergambar tokoh kartun Patrick tersebut bertulisan "kok bisa bang" yang dibagikannya pada 26 April 2023 di akun twitter pribadinya.

Kemudian munculah vidio wawancara Presiden Joko Widodo terkait isu wacana Gibran yang akan menjadi cawapres Prabowo, dalam wawancaranya Presiden Joko Widodo menyatakan "Pertama umur, dan kan baru dua tahun menjadi wali kota, yang logis saja" ujar Presiden Joko Widodo pada 4 mei 2023
Memang pada waktu itu Gibran dianggap masih muda dan baru saja menjabat selama dua tahun jadi wali kota serta Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2017 tentang pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur bahwa syarat menjadi calon presiden dan wakil presiden harus berusia minimal 40 tahun, sedangkan waktu itu Gibran baru berusia 35 tahun.

Lalu kemudian pada tanggal 5 mei 2023 Gibran juga menyatakan dalam wawancaranya bahwa ia belum cukup umur dan mengaku bahwa ilmu yang dimilikinya juga belum cukup untuk menjadi cawapres, "Ngga ada umurku belum cukup, ilmunya belum cukup, itu. Saya itu masih belajar, baru dua tahun ini, itu tugas berat lho, jangan kamu bayangkan gampang. Makasih" ujarnya

Mahasiswa UNSA Universitas Surakarta, Almas Tsaqibbirru merupakan orang yang mengajukan gugatan terhadap pasal 169 huruf q pemilu. Pada senin 16 oktober 2023 Mahkamah Konsitusi (MK) mengabulkan gugatan dari Almas sehingga kemudian berbunyi "Berusia paling rendah 40 tahun pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pilkada."

Karena keluarnya putusan MK ini menimbulkan kontroversial banyak para pakar-pakar politik, aktivis mahasiswa dan mara masyarakat memberikan tanggapan terhadap putusan tersebut. Sekertaris Pengurus Daerah APHTN-HAN Sumatra Utara, Dani Sintara, menilai bahwa putusan MK tersebut bersifat ganda. Karena, menganggap bahwa MK menambahkan persyaratan yang memungkinkan orang dibawah usia 40 tahun untuk menjadi capres-cawapres jika pernah menjabat atau sedang menduduki jabatan kepala daerah terpilih, disini terlihat aneh karena meskipun MK mendukung kebijakan usia terbuka, tapi mereka memberikan syarat tambahan yang berdasarkan pengalaman di jabatan tertentu.

Dengan keluarnya putusan MK tersebut dapat memberikan peluang besar kepada putra sulung presiden Jokowi Widodo Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam pilpres 2024. Keluarnya putusan ini membuat jalan politik Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo terbuka meski belum cukup umur. Keluarnya putusan MK ini juga dianggap merupakan teknik agar keponakannya dapat mengikuti pendaftaran pilpres 2024, iya Anwar Usman ketua MK periode 2018-2022 yang mengesahkan batas minimal capres-cawapres merupakan paman dari Gibran, yang dimana kakak ipar dari Presiden Joko Widodo.

Setelah beberapa bulan dari pernyataan putusan MK tersebut dan pengumuman capres-cawapres telah sah diumumkan, dimana Gibran diumumkan bersanding dengan Prabowo, setelah itu presiden Jokowi kembali menangkapi pengumuman tersebut. Ia mengungkapkan setelah pelaksanaan hari santri di depan awak media mengatakan "Orang tua itu hanya mendoakan dan merestui."

Jalan Gibran menuju pilpres 2024 semakin mulus, namun akibat pengesahan putusan MK yang disahkan oleh ketua MK Anwar Usman, mengantarkannya untuk mencopot kekuasaannya ketua MK, karena dianggap melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Perbedaan sikap sebelum dan sesudah diumumkan atau disahkannya calon walik presiden dapat mencerminkan strategi politik untuk mengendalikan narasi dan persepsi masyarakat. Sebelumnya memang sudah terlihat ada usaha untuk menahan agar pendapat atau dugaan itu tidak muncul, sementara saat sudah pengesahan terlihat ada dorongan membangun dukungan dan citra positif. Sedangkan untuk tindakan hakim yang mengesahkan batas minimum tersebut dapat diartikan sebagai upaya memanfaatkan celah hukum demi kepentingan politik keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline