Lihat ke Halaman Asli

Nanda Putri Adhiningtyas

Clinical Psychologist

Mindfulness: Sadar Penuh, Hadir Utuh

Diperbarui: 20 Desember 2022   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Oleksandr Pidvalnyi on Pexels

Istilah mindfulness akhir-akhir ini semakin popular. Beberapa literatur menyebutkan manfaat mindfulness bagi kesehatan mental, seperti mengurangi kecemasan dan stres, meningkatkan fokus, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan psikologis.

Apakah sebenarnya mindfulness itu?

Istilah “mindfulness” awalnya berasal dari Pali (bahasa yang digunakan dalam ajaran Buddha), kata sati dan sampajañña yang dapat diterjemahkan sebagai kesadaran, ingatan, atau penilaian. Meski sering dikaitkan dengan tradisi Buddhis, atau bahkan tradisi yoga dalam Hindu, fenomena mindfulness juga dapat ditemukan di sebagian besar tradisi keagamaan, misalnya, Tafakkur dalam Islam, Kabala dalam agama Yahudi, dan Rosario dalam agama Kristen (Pratikta, 2020).

Mindfulness didefinisikan sebagai “awareness of present experience, with acceptance”, dimana seorang individu mampu menerima setiap pengalaman yang terjadi dengan sadar dan memperhatikan setiap detil kejadian yang sedang terjadi saat itu (Brown & Ryan, 2003). Natalie Goldberg (2014) dalam bukunya The True Secret of Writing, menyampaikan pentingnya mindfulness dalam keseharian kita, apakah kita sedang menulis, melakukan tugas, atau terlibat dalam hubungan interpersonal. Karakteristik mindfulness diantaranya tidak menghakimi, sabar, menerima, percaya, dan melepaskan.

Menurut Brown & Ryan (2003) aspek-aspek mindfulness terdiri dari kesadaran dan perhatian. Kesadaran adalah aspek dimana kita dalam keadaan kondisi sadar mulai dari masuknya rangsangan, baik itu panca indera, kinestetik, dan aktivitas pikiran, sedangkan aspek perhatian adalah suatu proses guna memfokuskan kedalam keadaan sadar.

Baer et all (2008), menyebutkan ada 5 aspek yang membangun mindfulness, yaitu :

  • Observing (mengamati), yaitu bagaimana individu mampu menyadari dan memperhatikan stimulus internal (pikiran, perasaan, sensasi tubuh) dan stimulus eksternal (pemandangan, suara, dan bau).
  • Describing (menjelaskan), yang terkait kemampuan individu dalam memberi label pengalaman-pengalaman internal dengan kata-kata.
  • Acting with awareness (bertindak dengan sadar), yaitu kondisi individu untuk dapat secara sadar hadir dalam kegiatan yang dilakukannya.
  • Non-judging to inner activity (tidak menghakimi), yaitu individu dapat merasakan sesuatu tanpa mengevaluasi atau menilai perasaan dan pemikiran serta membiarkan diri untuk mengalaminya.
  • Non-reacting to inner experience (tidak beraksi), yaitu kecenderungan individu untuk membiarkan pikiran dan perasaan datang tanpa mengikuti atau meresponnya lebih jauh.

Mengapa mindfulness ini diperlukan? 

Sadarkah bahwa kita seringkali tidak “mindful”? Kejadian-kejadian di masa lalu yang tidak sesuai dengan harapan ataupun kecemasan akan sesuatu di masa yang akan datang banyak menyita fokus kita. Pikiran kita pun seringkali “lompat” dari satu hal ke hal yang lain, layaknya sebuah monyet yang bergelantungan di pohon. Pikiran-pikiran ini kita sebut dengan “monkey mind”. Monkey mind ini menjauhkan kita akan kesadaran saat ini dan menariknya ke masa lalu maupun masa depan. Pada dasarnya monkey mind ini tidak dapat dihilangkan. Sebaliknya, kita perlu menghadapinya dengan menyadari bahwa pikiran tersebut ada dalam diri kita.

Lalu, bagaimana mempraktekkan mindfulness?

Mindfulness tidak selalu identik dengan meditasi. Berlatih mindfulness dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Yang terpenting adalah kita berusaha “hadir” dan “sadar” pada momen saat itu. Contoh mindfulness yang dapat dilakukan seperti :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline