Lihat ke Halaman Asli

Urgensitas Beragama

Diperbarui: 17 Juni 2015   22:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap agama di dunia ini, pasti memiliki aturan-aturan hidup dan beribadah yang tidak jauh berbeda. Dan manusia hidup dalam aturan-aturan kehidupan. Jadi, semua manusia seharusnya berpegang pada salah satu agama yang memang diyakini masing-masing. Dalam menjalani kehidupan yang serba rumit dengan aturan-aturan yang ada, ada kalanya dalam suatu waktu seseorang mengalami titik jenuh dalam menjalani suatu aturan-aturan yang sudah ada. Dan terkadang, aturan-aturan hidup ini juga menjadi salah satu stressor bagi kehidupan seseorang.

Secara psikologis, dalam Dr.Syahid Athar: Islam Perspective in the Stress Management In Journal Rabitan Al-islami. Disebutkan bahwa akibat-akibat stress di latarbelakangi oleh  factor-faktor sebagai berikut :

1. Ketakutan yang tidak diketahui dan ketidakmampuan kita untuk mengenal, meramalkan dan mengawasinya.

2. Kekurangan segala sesuatu, orang-orang dalam kehidupan kita tidak menyenangi kita dan ketidakmampuan kita untuk menutupi kekurangan-kekurangan atau menerima mereka.

3.   Ketidakmampuan kita untuk menatap masa depan. Kenyataannya, kita malah akan menjadi lebih stress jika tidak melakukan pandangan ke depan, tidak mempunyai cita-cita dan harapan.

4. Konflik-konflik di antara fikiran, kenyataan dan kegagalan untuk menerima realitas. Kondisi kejiwaan yang buruk ini ditengarai bahkan bisa berdampak buruk pada kesehatan tubuh. Sejumlah temuan medis menghubungkan penyebab penyakit semisal radang dinding lambung (ulcer peptic), hypertensi, penyakit serangan jantung, depresi, sekit kepala, insomnia, impotensi, frigiditas, diabetes, tekanan system immune dan penjalaran kanker, dengan stress.

Kenapa manusia harus hidup beragama?

Pada dasarnya menurut A.A. Brill (seorang psikoanalis) individu yang benar-benar religius tidak akan pernah sakit jiwa. Menurut-nya, keimanan yang tertanam pada jiwa manusia yang beragama memiliki pengaruh yang vukup besar bagi hidupnya. Ia semakin percaya diri, mampu meningkatkan kemampuannya untuk sabar dan kuat menanggung derita kehidupan, membangkitkan rasa tenang dan tentram dalam jiwa, menimbulkan kedamaian hati dan memberi perasaan bahagia.

Carl Gustaf jung mengungkapkan bahwa umumnya orang yang usianya telah mencapai 35 tahun bahkan lebih, dengan sendirinya memerlukan agama sebagai penawar atas segala persoalan yang mereka hadapi.

Sebagai umat Islam maka sudah seyogyanya kita wajib menyakini dan mengimani bahwa bimbingan Islam yang berasal dari Al-quran dan Al-Hadist merupakan obat dari segala penyakit kejiwaan, kegelisahan, stress maupun penyakit mental lainnya.

Untuk itulah, sebagaimana yang ditulis Syahid Athar dalam Islam Perspective in the Stress Management In Journal Rabitan Al-islami, langkah yang harus diambil oleh yang beriman sebagaimana Nabi juga mengamalkannya saat stress melanda :

a.   Meningkatkan zikir. ‘orang-orang yang beriman dan tenteram hatinya dengan cara mengingat Allah. Ingatlah! Hanya dengan mengingatnyalah diperoleh ketentraman hati. ‘(13:28)

Jika seseorang tengah dilanda stress, Rasulullah saw. Menekankan pula agar kita mempertebal keyakinan diri bahwa hanya Allah lah pelindung atas berbagai cobaan yang menimpa kita. Yakinkan juga bahwa sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kelak kembali pada-Nya.

Jadi, meningkatkan kualitas dan kuantitas zikir kepada Allah, maka hati kita dengan sendirinya akan menemukan ketenangan.

b.   Meningkatkat ibadah shalat. ‘Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat menjadi pembantumu (untuk mencapai cita-citamu karena sabar dan shalat itu menenangkan jiwa, menetapkan hati. Menjadi benteng dari perbuatan salah dan selalu mendorong untuk berbuat baik). Sesungguhnya Allah itu berserta orang-orang yang sabar.’ (2;153)

Sikap sabar membuat manusia yang tengah dilanda emosi mampu meredam amarahnya. Pikirannya yang kalut dapat diredam oleh akal dan intuisinya yang jernih. Sementara shalat menjadi senjata untuk melebur segala gejolak jiwa yang tidak stabil yang kerap muncul.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline