Lihat ke Halaman Asli

Banyuwangi: Jejak Sejarah hingga Destinasi Wisata Modern

Diperbarui: 10 Desember 2024   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto peta Banyuwangi (sumber:pkab-banyuwangi.gif)) 

Banyuwangi, kabupaten di ujung timur Pulau Jawa, menyimpan sejarah panjang dan kaya yang terukir dalam dinamika kerajaan, perdagangan rempah, kolonialisme, hingga transformasinya menjadi destinasi wisata modern. Letak geografis Banyuwangi yang strategis di jalur perdagangan maritim menjadikan wilayah ini penting dalam lalu lintas komoditas, terutama rempah-rempah.  Hubungan Banyuwangi dengan kerajaan-kerajaan besar di Jawa Timur, seperti Mataram Kuno dan Majapahit, masih perlu diteliti lebih lanjut.  Sumber-sumber sejarah seperti Negarakertagama dan prasasti-prasasti dapat memberikan petunjuk, meskipun seringkali memerlukan interpretasi yang cermat dan kontekstual.

Banyuwangi menjadi salah satu daerah penghasil kopi di pulau Jawa, Residen Banyuwangi banyak dihubungkan dengan perkebunan kopi ini, perkebunan kopi merupakan penanaman yang sangat berbeda dari tanaman ekspor lainnya, tanaman kopi memiliki permintaan khusus-khusus yang harus dipenuhi agar dapat menghasilkan perpikul-pikul kopi. Sehingga Banyuwangi merupakan daerah yang berhasil dalam budidaya tanaman perkebunan di Jawa pada tahun 1818-1827. Perkebunan kopi di Banyuwangi yang awalnya di perkebunan Sukaraja, mulai membuka kebun-kebun baru pada masa tanam paksa setelah kesuksesan perkebunan Sukaraja yang menghasilkan kopi dengan kualitas bagus. Lahan-lahan baru yang disiapkan yaitu terletak di kaki gunung Raung, Rante, Ijen, dan Pendil. Lahan-lahan ini berada di 1500 meter diatas permukaan laut dan rata-rata kebun baru yang dibuka pada kisaran 900 meter diatas permukaan laut. Kedatangan kolonialisme Belanda menandai babak baru dalam sejarah Banyuwangi.  Wilayah ini menjadi bagian dari kekuasaan Hindia Belanda, dan perkebunan kopi dan rempah-rempah berkembang pesat.  Namun, kemakmuran ini diraih dengan harga mahal.  Sistem tanam paksa dan eksploitasi sumber daya alam oleh Belanda menimbulkan penderitaan bagi penduduk lokal.  Meskipun catatan sejarah tentang perlawanan rakyat Banyuwangi terhadap penjajahan Belanda mungkin tidak seluas di daerah lain.

            Masyarakat Banyuwangi yang dalam konteks kesejarahan dikenal dengan masyarakat Blambangan, memiliki banyak tokoh local yang tercatat berjuang dan berkorban melawan penjajah VOC dan Hindia Belanda. Salah satu tokoh local yang eksist berjuang melawan VOC dan Belanda adalah Pangeran Wilis atau dikenal Wong Agung Wilis.

Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan keajayaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan ( Ibid.1923 :1045 ). Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur ( termasuk Blambangan ) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah menjadi miliknya.Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat meminta bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan (Ibid 1923:1046). Dengan demikian jelas, bahwa lahirnya sebuah tempat yag kemudian menjadi terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Dengan perkataan lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Karena itu, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai hari jadi Banyuwangi sesungguhnya sangat rasional.

(Foto Pendopo Bupati(https://harianforum.com/sejarah-kabupaten-banyuwangi/))

Saat ini, Banyuwangi telah bertransformasi menjadi destinasi wisata yang terkenal.  Keindahan alamnya yang menakjubkan, mulai dari pantai, gunung, hingga hutan, dipadukan dengan kekayaan budaya dan tradisi lokal, menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.  Pemerintah daerah Banyuwangi secara aktif mempromosikan pariwisata dan investasi untuk meningkatkan perekonomian daerah,  sekaligus melestarikan warisan budaya dan tradisi yang telah terpatri dalam sejarah panjangnya. Banyuwangi dikenal sebagai destinasi wisata modern dengan atraksi seperti Kawah Ijen , terkenal dengan fenomena Blue Fire, Pantai Pulau Merah , dan Taman Nasional Baluran , yang menawarkan keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Upaya pengembangan pariwisata terus dilakukan untuk menarik lebih banyak pengunjung.

(foto wisata banyuwangi(sumber: ID_-Featured-Images-3-w768.webp))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline