Pernah tidak punya pengalaman perasaan seakan-akan otak kita penuh dengan informasi? Rasa gelisah atau anxiety. Saking terlalu penuhnya otak kita dengan informasi, kita malahan do nothing at all.
Efek ini disebut analysis paralysis. Jarang orang yang sadar setidaknya mereka pernah mengalami efek ini. Banyak sekali contoh-contoh efek ini namun terkadang kita sulit melihat dan memahami efek ini.
Saya berikan contoh ringan: Misalnya silahkan bayangkan hari ini cuaca sangat panas dan kita memutuskan mampir ke Starbucks. Kemudian saat sudah di depan Mas atau Mbak Barista-nya kita malah stuck.
Stuck karena otak kita di bombardir banyak sekali pilihan. Jadinya kita mau beli apa? "Ice Coffe Latte?" atau "Ice Frappucino?" Kalau Frappucino agak mahal - jadi gimana? Bisa jadi ujungnya kita pilih "es teh manis gula di pisah."
Banyaknya informasi ini akan memunculkan efek lanjutan yaitu banyaknya pilihan. Kalau kita coba melihatnya dari sudut pandang pemasar atau produsen, biasanya memang lebih senang untuk menggelontorkan banyak informasi dan pilihan ke konsumen.
Nah, contoh perjalanan mampir ke kedai kopi di atas menjadi sebuah ilustrasi bahwa otak kita, asumsinya kita adalah konsumen, ketika di hadapkan begitu banyak pilihan malah bisa jadi kita mengalami analysis paralysis.
Terlalu Banyak Pilihan Akan Membuat Membebani Konsumen
Dalam penelitian terkenal yang dilakukan di Universitas Columbia, satu tim peneliti menyiapkan sebuah ekperimen dengan sampel selai. Setiap beberapa jam mereka mengubah pilihan selai dari yang awalnya 24 jenis pilihan menjadi 6 jenis pilihan.
Ketika pilihannya ada 24 jenis, 60% konsumen memilih untuk berhenti untuk mengambil sampel, dan 3% dari konsumen ini akan membeli satu botol.
Saat pilihannya di ubah menjadi ada enam selai, hanya 40% yang berhenti mencoba. Tapi inilah bagian yang menarik, 30% dari orang-orang ini membeli selai.
Jadi, simplicity itu penting. Semakin simpel pilihan, semakin mudah konsumen kita mengambil keputusan.