Lihat ke Halaman Asli

Pulang (Cerpen Fiksi)

Diperbarui: 30 September 2016   05:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kelakar tawa menggema di ruangan yang tak lebih dari 4 x 4 meter persegi itu. Salah seorang berseru, “Lekaslah pulang, Kinai,” tegas dan disusul pecah tawa pria-pria dewasa lainnya. Terus begitu hingga lelah memeluk jiwa mereka. Memaksa mereka untuk beristirahat.

Pagi kali ini, ruangan yang pengap itu tampak lebih pengap dari biasanya.

Dipenuhi sisa-sisa gelagak kebahagiaan,

Dipenuhi sisa-sisa rasa kemanusiaan.

Bima, satu dari 3 lelaki yang kemarin tertawa hingga rahang mereka tak lagi terasa menatap sudut ruangan yang semalam dibanjiri dengan rembesan merah dari tubuh yang kini tak ber-raga, mulai mengering, menyisakan bau-bau yang menambah sesak ruangan.

“Kinai pulang,” Bisiknya. Lalu dengan lamat-lamat melihat sekeliling ruangan. Seakan memindai dan kelebatan memori kembali hadir di depannya. Menunduk gelisah saat matanya kembali menatap sudut ruangan itu. Tiba-tiba tertawa,

“Aku memulangkannya,”

“Berterimakasihlah kepadaku dan teman-temanku, Kinai”

“Kau mendapatkan apa yang kau mau, setelah kami mendapatkan apa yang kami mau. Kita semua menang, bukan?”

Dalam hati, Bima merutuk bukan main. Memaki dengan lelah. Bukan beginilah seharusnya hidup Kinai berakhir.

“Bima!” Seru seorang teman yang baru saja selesai menenun mimpinya. “Bagaimana ini?!” Tanya nya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline