Robot secara definisi berasal dari bahasa Polandia robota, yang artinya buruh paksa, mendeskripsikan sebuah mesin yang dapat mengerjakan berbagai macam tugas secara otomatis atau dengan impuls eksternal yang minimal. Teknologi robotik yang digunakan dalam prosedur pembedahan mulai diaplikasikan sejak tahun 1990-an.
Sejak tahun 1980-an, pembedahan minimal invasif, terutama laparoskopi, mulai berkembang dan menjadi babak baru dalam sejarah perkembangan teknologi dalam ilmu kedokteran. Teknologi robotik yang pertama kali dikembangkan yaitu AESOP (Automated Endoscopic System for Optimal Positioning) dan mulai diaplikasikan pada tahun 1994 berupa telemanipulator (endoskopi disertai dengan tangan robotik yang dikendalikan oleh operator).
Telemanipulator tersebut dikendalikan menggunakan pedal kaki yang selanjutnya berkembang dengan kontrol melalui suara. Teknologi ini awalnya digunakan untuk menjaga stabilitas dalam prosedur operasi sambil menjaga lapangan pandang operasi dalam cakupan yang baik dan mengeliminasi masalah yang muncul akibat kelelahan dan kurangnya pengalaman operator dalam mengendalikan endoskopi.
Penggunaan AESOP ini walaupun belum menunjukan manfaat klinis yang signifikan saat itu, namun menjadi batu loncatan bagi perkembangan teknologi pembedahan robotik selanjutnya.1
Teknologi pembedahan robotik pada bedah orthopaedi mulai diaplikasikan pada tahun 1992 dengan introduksi ROBODOC, robot yang digunakan dalam bedah penggantian sendi panggul (total hip arthroplasty). ROBODOC pertama kali diperkenalkan oleh dr. Howard Paul dan dr. William Bargar, serta ahli bedah orthopaedi di Sacramento, California.
ROBODOC pertama kali digunakan di Jerman dan dipopulerkan di Eropa. Pada tahun 2001, publikasi pertama mengenai pembedahan dengan asistensi robotik pada penggantian sendi lutut unikompartemen (UKA) dipublikasikan dan menjadi babak baru bagi perkembangan sistem robotik pada pembedahan orthopaedi.2
Tipe sistem pembedahan robotik dibagi menjadi dua, haptik dan otonom. Sistem haptik, atau sering disebut pula sistem taktil, dioperasikan oleh ahli bedah dengan mengendalikan robot untuk melakukan prosedur operasi. Teknologi ini memerlukan input konstan dari ahli bedah agar robot dapat terus melakukan prosedur secara kontinu.
Di sisi lain, sistem robotik otonom tidak memerlukan input konstan dari ahli bedah, sehingga ahli bedah hanya perlu merencanakan prosedur operasi yang akan dilakukan dan mengatur setting robot agar dapat melakukan prosedur operasi secara otomatis sesuai dengan keinginan operator.2
Sistem teknologi robotik pada pembedahan ortopedi berbasis haptik (manual) mulai diaplikasikan pada pembedahan penggantian sendi lutut unikompartemental [Unicompartemental Knee Replacement (UKR) Surgery]. Prosedur operasi berbeda dengan pembedahan penggantian sendi lutut konvensional.
Skor WOMAC dan AKS yang digunakan untuk menilai fungsi fisik pada pasien osteoarthritis, menunjukkan peningkatan fungsi fisik yang signifikan pasien yang dioperasi dengan bantuan sistem robotik dibandingkan dengan sistem konvensional (perbedaan peningkatan rerata skoring WOMAC sebesar 7,6 poin, sementara rerata skoring AKS sebesar 31,7 poin).2
Ahli bedah mempersiapkan rencana preoperatif dengan pemeriksaan CT-Scan sendi lutut pasien. Selanjutnya, model 3-D pada sendi lutut dipersiapkan sebagai basis dalam perencanaan preoperatif. Ahli bedah memasukkan data ke dalam sistem robotik model preoperatif dan rencana pembedahan yang akan dilakukan.