Bagas menuntun Gabriel berdoa dan melafadzkan nama sang Rabb pemilik seluruh alam. Kepada-Nya kita akan kembali di suatu saat nanti. Bagas menitikkan air mata yang mulai mengering.
Gabriel dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh karena jantungnya kambuh. Bagas menyetir mobil dengan kencangnya berharap sesuatu tidak terlambat.
Sesampai di depan ruang UGD, tim para medis dengan sigap menyambut pasien, lantas membawa ke tempat tidur untuk dianamnese, diberikan tindakan urgen dan menunggu hasil laboratorium. Keadaan tubuh Gabriel masih lunglai dan terlihat pucat. Setelah oksigen terpasang dengan kebutuhan maksimal, lalu perlahan mulai ada perubahan.
Bagas berusaha mengusap lengan serta mengelus bagian yang terasa sakit. Butiran keringat bercucuran dan area perifer membiru pertanda pasien mengalami hipoxia.
"Mas ... Maass!" panggil gabriel dengan nada lemah.
"Jangan diusap, jaangaann ...!" pintanya lagi.
"Saakiit ... Saakiitt." Gabriel menoleh ke arah Bagas seraya menunjuk dadanya.
Sementara di sisi lain, terlihat para dokter UGD bertindak emergency atas diri Gabriel. Usaha cekatan tim medis berhasil menyelamatkannya.
Gabriel juga ditemani oleh temannya yang bernama Audrey, wanita cantik yang masih betah menjomblo sampai sekarang, tampak raut wajah kelelahan karena seharian menunggui Gabriel.
Tiba-tiba dokter yang memakai jas putih itu memanggil Bagas dan Audrey ke ruang dokter untuk menyampaikan hasil pemeriksaan pasien. Dokter juga memberikan beberapa nasehat terkait kesehatan Gabriel.