Lihat ke Halaman Asli

Nanda Nuriyana SSiTMKM

Praktisi dan Akademisi

Berburu Rendang di Negeri Jiran

Diperbarui: 20 Agustus 2021   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Mungkin ini kisah konyolku yang sulit kulupakan. Pengalaman masa lalu layaknya film Benyamin masuk kota. Pernah kami bertiga melangkahkan kaki ke negeri jiran untuk chek-up kesehatan. Saat itu aku, suami serta adik ipar bertiga menjelajahi tempat di negeri jiran tersebut.

**** 

Begitu indah memesonanya keelokan sebuah negeri, kebersihan juga tatanan kota lebih maju selangkah dibandingkan dengan kota asalku. Patutlah menjadi contoh dari segi daya tariknya.

Burung-burung pun bersahutan, terbang dari satu dahan ke dahan yang lain. Baru pertama kali aku melihat jelas gerombolan burung gagak di tengah perkotaan, pemandangan itu jelas terlihat dari jendela apartemen kami. Suasana beraroma seram, biasanya burung itu ada di film horor yang aku tontoni. Kuamati tingkah mereka satu persatu, sambil berdesir hati ini teramat dalam. Pertanda apakah gerangan?

Kami mengunjungi rumah coklat, batu ferigi dan pasar orang Thai, tak lupa singgah di pasar Jocket, Menara kembar dan toko Maydin bagian penjualan bros-bros cantik. Maklumlah orang dari udik, kemana saja kami susuri tanpa ada beban pikiran. 

****

Waktu menunjukkan tibanya makan siang, kami bertiga menyusuri jalan pertokoan sambil mencari warung minang yang menyediakan kuah rendang. Susah sekali pun mendapatinya, dimana-mana hanya warung Melayu dan Tionghoa. Alarm di perut tidak kompromi, bunyinya saling bersahutan, bunyi keluar masuk saling mendesis.

Tetiba di perempatan jalan, ada sebuah warung orang padang. Seakan meleleh liurku melihat seorang lelaki sedang menyantap kikil sambil menarik gigitannya dengan lahap, sepertinya ia sedang melampiaskan hasrat terpendam. Potongan kikil lumayan besar serasa ditunjang berselera. Pemandangan menyita perhatianku, wah, gulai tunjang sepertinya enak banget, yahh! 

Aku duduk persis di depan meja bapak itu, selera banget menyaksikan cara ia mengunyah gulai tunjang, tetapi aku masih tergiur empuknya rendang. Kami segera mengambil makanan sendiri-sendiri. Aku sasarkan pandangan menuju target kuah rendang. 

"Wouw, asiik! gebetanku, akhirnya bisa juga ngerendang di negeri jiran," teriakku spontan. 

"Kak Nan. Kita makan satu piring berdua, yah!" ajak adik iparku yang lagi diet lemak sembari mengirit kantong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline