Lihat ke Halaman Asli

Ananda Putra Utama

Universitas Airlangga

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dan Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi

Diperbarui: 3 Juli 2022   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berbicara tentang korupsi di Indonesia memang tidak akan ada habisnya. Korupsi seperti sudah mendarah daging sehingga sulit untuk dihilangkan. Korupsi di Indonesia sudah seperti buih di lautan yang menyebar dan tidak pandang bulu baik itu pejabat pemerintah pusat, daerah, bahkan di bawahnya juga bisa melakukan tindakan korupsi.

Ironinya korupsi tetap muncul di tengah krisis global akibat pandemi covid-19. Korupsi dilakukan demi memenuhi hasrat pribadi tanpa sedikit pun melihat bagaimana kondisi masyarakat saat ini. Korupsi dilakukan dengan mudahnya di atas kondisi masyarakat yang sedang kesulitan mencari makan, fasilitas kesehatan, maupun nafkah perekonomian.

Baru-baru ini kasus korupsi yang dilakukan oleh Juliari Batubara menambah daftar kelam kasus korupsi di nusantara. Jabatan Menteri Kementerian Sosial disalah gunakan demi meraup uang negara sebesar 14,5 miliar yang tentunya tidak sedikit lagi jumlahnya. Apalagi semua itu diambil dari dana bantuan sosial yang harusnya ditujukan kepada masyarakat terdampak pandemi covid-19.

Ada juga Edhy Prabowo dengan kasus korupsi ekspor benih lobsternya yang juga tidak kalah heboh. Dia menerima suap 3,4 miliar terkait izin tentang ekspor benih lobster. Dia juga menyalahgunakan jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dengan membuat berbagai macam kebijakan yang tentunya menuai kecaman. Semua kebijakan itu terkesan dilakukannya semata hanya untuk memperlancar aksinya.

Kedua kasus di atas hanya seperti secarik kertas dari tumpukan buku yang berjudul "Daftar Lengkap Penjahat Berdasi di Sejarah Kelam Bangsa Indonesia". Sosok yang harusnya menjadi contoh dan teladan bagi generasi selanjutnya bahkan sedikit pun tidak lebih baik daripada penjahat lainnya. Hal itu terjadi karena korupsi tidak bisa dibenarkan apapun itu alasan atau latar belakangnya.

Berbicara tentang korupsi maka berbicara tentang Corruption Perceptions Index atau Indeks Persepsi Korupsi yang merupakan laporan rutin setiap tahun yang dikeluarkan atau dipublikasikan oleh Transparency International atau TI. Sebuah badan atau organisasi internasional di bidang anti korupsi yang mendorong tranparansi dan akuntabilitas. Hinga kini sejumah 180 negara masuk dalam survey serta perangkingan CPI 2020 yang telah resmi dirilis pada 28 Januari 2021 lalu.

Pada laporan CPI 2020, Denmark menduduki posisi pertama beriringan dengan Selandia Baru dengan skor CPI sebesar 88. Disusul oleh Finlandia, Singapura, Swedia, dan Swiss sebagai peringkat tiga bersama dengan skor CPI sebesar 85. Sedangkan pada posisi terbawah ditempati oleh Somalia dan Sudan Selatan dengan skor CPI sebesar 179.

Di Indonesia, survei Corruption Perceptions Index atau CPI telah dilakukan sejak tahun1995. CPI 2020 ini merupakan kali ke-25 Indonesia masuk dalam survei serta perangkingan TI. Dalam laporan tersebut Indonesia mengalami penurunan skor sebanyak 3 poin menjadi 37 dari total 100 skor. Nilai tersebut menempatkan Indonesi pada urutan ke-102 dunia, sama persis dengan Gambia. Posisi tersebut membuat Indonesia berada jauh di bawah Singapura yang berada di rangking 3 dengan skor CPI sebesar 85 dan Malaysia dengan skor CPI sebesar 51 yang berada di rangking 57. Indonesia hanya bisa berada 2 peringkat di atas Thailand dan Vietnam dan hanya berbeda 1 poin dengan keduanya yang sama-sama di ranking 104.

Dalam penentuan skor untuk perangkingan, TI memiliki acuan dan berpedoman pada 13 survei terkemuka. Untuk Indonesia sendiri TI hanya menggunakan 9 dari 13 sumber survey yang ada. Hal tersebut tidak akan mempengaruhi penilaian dan masih akan tetap sama metode yang digunakan pada negara dengan survey 13. Berikut ini skor yang didapatkan Indonesia pada setiap sumber survei.

  • Political Risk Service
    • 58 (2019), 50 (2020)
  • IMD Business School World Competitiveness Yearbook
    • 48 (2019), 43 (2020)
  • Global Insight Country Risk Ratings
    • 47 (2019), 35 (2020)
  • World Economic Forum Executive Opinion Survey
    • 46 (2019), 46 (2020)
  • Bertelsmann Stiftung Transformation Index
    • 37 (2019), 37 (2020)
  • Economist Intelligence Unit Country Risk Service
    • 37 (2019), 37 (2020)
  • Political and Economic Risk Consultancy
    • 35 (2019), 32 (2020)
  • Varieties of Democracy Project
    • 28 (2019), 26 (2020)
  • World Justice Project Rule of Law Index
    • 21 (2019), 23 (2020)
  • Total
    • 357 (2019), 329 (2020)
  • Average
    • 39.67 (2019), 36.56 (2020)
  • Corruption Perceptions Index
    • 40 (2019), 37 (2020)

Penurunan skor yang dialami oleh Indonesia tahun 2020 itu merupakan penurunan pertama sejak 13 tahun terakhir. Penurunan 3 poin tersebut dinilai disebabkan pandemi covid-19, namun nyatanya ada beberapa faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa faktor tersebut antara lain kasus korupsi pada sektor strategis, tingginya tingkat politik uang, tingginya peluang konflik kepentingan, penyusunan peraturan yang agresif dan tertutup, dan yang tidak kalah penting adalah kurangnya pendidikan anti korupsi di Indonesia.

Pendidikan anti korupsi sendiri dapat diartikan sebagai upaya pendidikan secara sadar yang diberikan dalam bentuk pengetahuan dan nilai-nilai yang dibutuhkan agar mereka mampu dan mau menghilangkan semua peluang korupsi di Indonesia tanpa terkecuali. Besarnya peran pendidikan anti korupsi membuatnya wajib untuk diajarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline