Lihat ke Halaman Asli

Anas Isnaeni

-ASN DJPb Kemenkeu-Alumni STAN 2010-Alumni Universitas Brawijaya 2019-

Tersenyumlah Painan

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Painan adalah nama suatu kota yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, sekitar 77 km ke arah selatan dari Kota Padang. Menurut Wikipedia (klik di sini), nama Painan berasal dari kata 'paik' (pahit) dan 'nian' (sangat, amat, sekali) yang maksudnya 'pahit sekali' (pahitnya kehidupan di daerah Painan yang umumnya terdiri dari rawa-rawa). Ucapan 'paik nian' itu merupakan ucapan dari orang-orang selatan Pesisir Selatan yang merantau ke Painan, ditandai dari kata 'nian' (suatu kosakata yang biasa diucapkan oleh selatan dan melayu).

Bagi saya yang baru saja mendiami kota ini selama sepekan terakhir ini, kesan pahit nian seperti itu ya jujur masih bisa terasa. Kota ini adalah kota yang relatif kecil memang. Jalanannya begitu lengang, tak sebegitunya ramai, hanya sesekali dilewati oleh kendaraan yang melintas. Transportasi yang ada pun adalah ojek, kalau pun ada angkot itu masih terhitung jarang dan katanya trayeknya berputar-putar serta tidak menentu.

Perkembangan pembangunandi sini juga masih terasa lambat. Masih jarang ditemui beberapa fasilitas yang sudah lazim ada di kota besar, seperti mall/pusat perbelanjaan, tempat hiburan, dan pemadaman listrik pun masih sering terjadi. Padahal di kota inilah sentra pemerintahan kabupaten Pesisir Selatan berada dengan adanya kantor Bupati yang letaknya tidak jauh dari kantor saya. *gedung kantor Bupati ini merupakan gedung yang sangat terlihat menonjol di kota ini dengan kemegahannya yang belum ada menandingi hehe*.

Prediksi saya akan kentalnya nuansa relijius di daerah Sumatera Barat juga tidak sepenuhnya tepat. Di daerah saya ini, walaupun masjid-masjid lumayan banyak didirikan, tetapi jamaah untuk sholat wajibnya masih terhitung sedikit. Entah apakah nyambung atau tidak, saya jadi teringat akan novel cerita yang melegenda berjudul “Robohnya Surau Kami”...

Daerah ini juga, sebagaimana yang dulu pernah terjadi di daerah Padang dan sekitarnya, merupakan daerah rawan gempa. Bahkan pun, saat saya menyusuri jalanan di kota ini, tak jarang bisa ditemui rambu-rambu yang menunjukkan rute evakuasi tsunami. Secara geografis Painan terletak di pinggir pulau dan dekat lautan, sehingga dikhawatirkan daerah ini dapat terjadi tsunami. Sempat hari Selasa (21/6) kemarin, saya rasakan pula gempa terjadi sejenak dan BMKG melaporkan skalanya sekitar 5 skala Richter. Alhamdulillah gempa itu tidak berimbas pada kerusakan fisik apa pun dan saya masih baik-baik saja. Kini saya pun perlu menambahkan doa dalam keseharian saya, Ya Allah, lindungilah kami yang berada di kota ini dari marabahaya gempa dan tsunami...

Sempat terpikir di benak saya, bagaimana bisa instansi saya, yakni Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, mempunyai inisiatif untuk membangun kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) di kota ini. Sepertinya sih adanya unit vertikal di sini dimaksudkan untuk memperlancar pembangunan daerah-daerah yang masih belum berkembang dan menjangkau daerah tersebut, sehingga jarak bukanlah alasan yang menghambat pencairan dana pemerintah untuk berlangsungnya pemerintahan dan pembangunan di daerah itu. Melihat persebaran KPPN yang ada di seluruh pelosok Indonesia, hal ini dapat dimaklumi memang.

Begitulah sisi pahitnya (kalau boleh dibilang seperti itu he) dari kota Painan ini. Namun, yang pahit-pahit itu tak selalu mesti menjadi deraan hati selama tinggal di sini. Pahitnya kota ini rasa-rasanya masih bisa diadaptasi dengan menganut kebersahajaan dalam hidup sebagai prinsip yang harus dipegang. Kesederhanaan kota ini menjadi hal yang malah kadang menjadi keunggulannya daripada kesemrawutan yang sering kita temui di kota-kota besar dan malah itu menjadi ketidaknyamanan tersendiri. *mantan penghuni ibukota selama 7 bulan kemarin hehehe*

Painan mempunyai sisi yang menarik dari alam pemandangannya. Mungkin karena pembangunan yang masih belum sebegitunya masif di sini, kota ini menyajikan hamparan pemandangan alami yang begitu indah. Di kota ini, saya dapat melihat masih hijaunya perbukitan, langit di siang hari yang begitu biru dan beralih dengan gemerlap bintang di malam hari, pesona pantai dengan deburan ombaknya... Bagi orang yang jiwanya begitu dekat dengan alam, rasa-rasanya tinggal di sini menjadi suatu keistimewaan tersendiri hehehe...

Oya, sedikit terlewat. Painan juga mempunyai sisi pedasnya dengan banyaknya warung makanan dengan masakan khas Minang yang serba bersambal. Hal ini menjadikan saya cukup susah untuk beradaptasi dengan seringnya saya memakan masakan seperti itu *yaeyalah wong adanya itu doang ~_~*. Selain itu pula, saya mengalami hal ihwal semacam cultural shock dan salah satu indikasinya adalah roaming. Di sini mayoritas penduduk adalah asli etnis Minang, sehingga bahasa keseharian yang digunakan adalah bahasa Minang pula. Jadilah saya yang hanya tahu bahasa Jawa, Indonesia, dan Inggris *little little i can-lah hehehe* mengalami roaming di saat kebanyakan orang di sini berbicara dalam bahasa Minang ~_~...

Melanjutkan bahasan mengenai sisi menariknya Painan ini, selama sepekan terakhir kemarin saya sudah menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa tempat dan event menarik yang ada di kota ini. Berikut reportasenya. Silakan menikmati hehehe...

Pekan Seni Budaya

Selang waktu sejak 21-28 Juni 2011 ini, di kota Painan sedang berlangsung ajang pariwisata yang bertajuk Festival Langkisau. Wah wah wah rupanya kedatangan saya di kota ini disambut dengan ajang pariwisata semacam ini hehehe, Alhamdulillah bersyukur sekali rasanya, apalagi dengan adanya festival ini jadi semacam pelipur lara untuk kepahitan yang ada di kota ini hehehe.

Salah satu event yang termasuk dalam rangkaian acara Festival Langkisau adalah pekan seni budaya. Saya sudah dua kali mengikuti acara ini, pada hari Selasa (21/6) kemarin dan hari Sabtu (25/6) lalu. Pekan seni budaya ini berlangsung di Gelanggang Olahraga (GOR) Ilyas Yacob yang letaknya terjangkau dari kos saya, tinggal jalan kaki aja sekitar 15 menit doang. Kegiatan ini merupakan event tahunan di kota Painan dan berlangsung selama sepekan.

Kali pertama mengikutinya di hari Selasa kemarin, saya disuguhi pertunjukan paket seni dari Kabupaten Solok. Salah satu atraksi yang dipertunjukkan adalah tarian yang khas Minang banget, yakni Tari Piring. Hohoho kali pertama banget bagi saya melihat langsung tarian ini *jujur he*. Selain itu juga, ada atraksi asli dari masyarakat Pesisir Selatan sebagai tuan rumah yakni atraksi Debus. Agak serem dan mistis gitu sih, perpaduan antara senandung relijius dan tarian dari seseorang yang menusuk-nusukkan benda tajam ke tangannya, tetapi tidak apa-apa.

Saat itu pertunjukan kesenian ini sempat dihiasi dengan kepahitan kota Painan dengan mati lampu selama kurang lebih sejam dan juga hujan yang sempat mengguyur. Hohoho but the show keeps going on dan saya pun menikmatinya hehehe.

Selain ada pertunjukan kesenian, ada pula stand-stand pameran dari berbagai macam unit pemerintahan, kios dagang dari baju, perhiasan, pun sampai buku. Ada juga wahana khusus anak-anak dengan semacam bianglala, wahana bermain, komedi putar, dan lainnya sebagai. Hohoho rasa-rasanya bagi saya, pekan seni budaya nih miriplah dengan pasar malam yang biasa dijumpai.

Hari Sabtu (25/6) saya mengunjungi tempat ini sekali lagi. Berdasarkan jadwal, malam hari itu akan dipentaskan paket seni dari Kabupaten Sawahlunto. Yap, sesuai jadwal, saat saya sampai di sana sudah berlangsung paket seni tersebut. Ada beberapa tarian yang disajikan, saya lupa nama tariannya he, tetapi jelasnya khas Minang banget dan kerennya sebagian besar personel yang unjuk diri itu dari para pemudanya lo. Rancak bana deh...

Pantai Carocok

Kota Painan termasuk kota dengan tipikal geografisnya yang unik. Mengapa demikian? Karena kota ini selain dikelilingi oleh perbukitan yang hijau nian, ternyata kota ini juga mempunyai pantai. Malah karena dekatnya dengan pantai, kota Painan secara iklim lebih terasa suasana panas khas pantainya memang. Nah, pantai yang terkenal di Painan ini adalah Pantai Carocok. Lagi-lagi untuk menuju pantai ini tak perlu jauh-jauh, jalan kaki sekitar 20 menit saja sudah sampai dari kos saya hehehe. *kos yang strategis banget dah*.

Selama sepekan ini, sudah dua kali juga saya mengunjunginya. Kali pertama adalah pada hari Jumat (24/6) selepas ngantor. Kala waktu itu saya penasaran sekali dengan panorama sunset yang ada di pantai ini dan alhamdulillah momen tersebut saya dapatkan, walaupun karena suatu hal, tak bisa saya nikmati sampai akhir sunset tersebut.

Tak puas pengalaman kemarin bertandang ke tempat ini, maka sore di hari selanjutnya, saya ke sana lagi. Kali ini cuaca cukup mendung dan kecewanya adalah momen sunsetnya tidak tampak di hari itu. Namun, dengan banyak waktu yang lebih tersedia di hari itu, saya berkeliling melihat lebih detail lagi pantai ini. Saat itu juga, banyak pula pengunjung lain yang berwisata ke sini, maklum karena waktu itu kan akhir pekan.

Pantai ini memang menjadi pesona tersendiri dari Painan. Pantai ini masih relatif terjaga kebersihan (walaupun ya ada sih beberapa tempat yang sampahnya bertebaran di mana-mana).Menikmati pantai ini juga tak bisa secara langsung bersentuhan dengan bibir pantainya, melainkan melalui jalan titian semacam dermaga. Nah, jalan titian ini sayangnya ada beberapa yang kurang terawat, bahkan ada yang bolong-bolong.

Puncak Langkisau

Selain ada pekan seni budaya, Festival Langkisau juga mempunyai salah satu item acara yang membuat saya penasaran, yakni Lomba Paralayang. Jadi ternyata, kota Painan ini juga menyediakan wisata aerosport, yakni paralayang, di salah satu bukit yang ada di kota ini, yaitu Puncak Langkisau. Hohoho jadi rupanya Langkisau yang jadi nama festival ini diambil dari nama salah satu bukit yang ada di sini.

Pagi hari Ahad ini (26/6) saya menuju ke tempat startnya lomba paralayang ini di Puncak Langkisau. Guna menuju puncak ini, saya menggunakan fasilitas ojek untuk memandu saya ke tempat tujuan yang belum saya tahu menahu di mana. Jalanan yang menanjak dan berkelok-kelok dilalui hingga menuju puncak. Dalam perjalanan terlihat dua sisi pemandangan yang membuat saya kagum, yaitu pemandangan laut dan juga kota Painan dari sisi atas. Subhanallah keren banget dah.

Sesampainya di sana, saya langsung menuju ke tempat start paralayang dan di sana sudah saya jumpai beberapa orang yang sedang bersiap-siap berparalayang ria. Hohoho cuaca yang cerah dan angin yang pas saat itu menjadikan aktivitas paralayang lancar sesuai rencana sepertinya. Saya pun melihat para peserta lomba itu mengibarkan paralayang dan tampak asyik berlayang ria di atas kota Painan. Keren banget dah. Saya sih cukup sebagai penonton aja deh dan berpotret ria, kalau mau ikutan paralayang kapan-kapan aja dulu, sepertinya mahal soalnya hehehe.

Usai menikmati lomba paralayang, saya dan teman saya usil kepikiran untuk mencoba rute turun bukit melalui jalan setapak yang kami temui. Maklum, ongkos ngojek menuju puncak tadi mahal ternyata, sehingga untuk hemat, ya lebih baik turun jalan kaki aja. Toh juga, bukit ini sih kelihatannya gak terlalu tinggi kok.

Rupa-rupanya setelah kami lalui jalan setapak itu, weuw ekstrem nian jalannya. Jalurnya sempit dan cukup curam disertai dengan tanah yang tak begitu padat dan banyak dipenuhi semak belukar. Heuheuheu rasa-rasanya kami saat itu jadi petualang dadakan tersesat di hutan belantara. Sempat beberapa kali saya kepleset dan ngesot gara-gara jalurnya yang ekstrem itu. Alhamdulillah sih gak kenapa-kenapa, paling badan jadi pegel dan juga berpeluh keringat euy. Salah satu perjalanan gila yang patut dikenang banget dah hehehe.

Tersenyumlah Painan...

Begitulah sepekan terakhir yang saya rasakan di Painan. Pahitnya kota ini dengan minimnya beberapa fasilitas dapat terobati dengan nuansa indahnya tempat ini. Semoga sih kesan indahnya dapat berlangsung lama untuk saya, soalnya kelihatannya juga saya masih lama di tempat sini hehehe. Jadilah ada satu harapan tersirat dari saya untuk kota ini, tersenyumlah Painan, senyumlah dirimu agar kau dapat menjadikanku masih tetap terpesona denganmu... Begitulah hehehe J

Painan, 26 Juni 2011, 20.56 (also posted in http://nanazh.multiply.com/journal/item/193/tersenyumlah_painan)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline