Siswa akan serius jika ditantang menulis pada Kompasiana. Mengingat jurnalistik sitizen ini memiliki aura penuh sahabat selain harus siap dibantai para penulis pongah. Malah harus siap tak disentuh saat tulisan jauh panggang dari bara api. Kesan riuh para penulis ganjen, lebay, serius dan cerdas pasti akan mencengkram perasaan para siswa. Perasaan takut dan berdebar pasti menggoyahkan jantung siswa yang kurang memiliki pengalaman audensi publik . Tak masalah siswa terlihat seperti bingung, mengingat pengalaman menulis sebatas selembar kertas yang mungkin tanpa koreksi.
Terlalu lama siswa dianggap botol kosong. Argumen teoritis dijejalkan , hingga hasil akhir siswa tak sanggup mengekspresikan gagasan, opini , kesan , eksplorasi imajinasi, demikian pula siswa tak sanggup membuat laporan terinci sebagai tanda bahwa siswa memiliki kecerdasan menulis yang membanggakan. Warna kegiatan belajar menulis memang masih purba, sebagai warisan para leluhur yang membuat kurikulum seperti disediakan untuk calon doktor,padahal siswa masih di sekolah menengah.
Disadari oleh para pendidik perlu upaya cerdas untuk mendorong siswa gemar menulis. Selain pendekatan belajar harus menantang para siswa , teknik belajar harus dirasakan sebagai kebutuhan bukan sebagai paksaan.
Jika Kompasiana dijadikan ajang kawah candradimuka menulis bagi siswa, maka para pendidik mungkin akan sepakat bahwa dengan pendekatan ini siswa diarahkan pada konsep belajar yang menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas. Mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota sitizen yang demikian luas tak terhingga.
Sebenarnya, kegiatan ini telah dicoba di kelas sekolah menengah atas. Percobaan pertama di kelas dengan jumlah siswa 32 orang . Hanya satu orang yang sanggup posting saat itu . Di kelas yang lain dengan jumlah siswa 38 orang yang sanggup posting empat orang siswa. Kegiatan ini dilakukan dalam satu pertemuan, selama dua kali empat puluh lima menit.
Tentu hasilnya masih jauh dari harapan, tapi dalam hati berharap siswa terus belajar menulis di mana pun berada, dan kapan pun hingga akan lahir singa singa pena untuk dunia jurnalistik. Masih banyak problemnya yang harus diselesaikan hingga siswa tidak merasa sulit dan malu untuk menulis. Salam untuk semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H